08 Mei 2008

ULEAD VIDEO STUDIO

Oleh: Edi Susilo

A. PENDAHULUAN
Video editing dewasa ini sudah mulai banyak diminati oleh banyak kalangan non-profesional untuk mengedit video sederhana hingga tingkat menengah, seperti video dokumen pernikahan, ulang tahun, wisuda, dan lain-lain.
Mengedit video sendiri untuk beberapa orang merupakan kegiatan hobi yang tidak ternilai. Menciptakan kreasi video sendiri lebih asyik ditonton oleh segenap keluarga dari pada menyerahkannya kepada pihak lain.
Dewasa ini telah banyak software ataupun hardware yang mempermudah orang awam untuk mengedit video sendiri. Salah satu software video editing untuk semi-profesional yang cukup banyak diminati adalah Ulead VideoStudio, Ulead Video Studio sekarang sudah memeliki banyak versi dari versi terjadulnya sampai sekarang sudah sampai versi 11. .Alasan mengapa memilih program ini di karenakan selain program ini cukup populer juga program ini kecil, sederhana, ringan, dan amat sangat mudah dipergunakan dan dipelajari.
Bagaimana mengolah file-file gambar dan potonngan video menjadi sebuah video yang menarik sesuai dengan keinginan. Nanti akan coba diuraikan. bisa menambahkan Effect, Title, Overlay dan Sound dalam video. Cara memotong video, Setelah selesai bisa dilanjutkan menjadikan kedalam banyak format seperti dalam bentuk mpg video dengan mengklik “Share” kemudian Create Video File - Pilih VCD PAL Masukkan nama file - Save. Setelah selesai Anda bisa memburning file mpg tadi mejadi VCD.
Dengan menggunakan program Ulead VideoStudio. Diharapkan bisa menjadi seorang video editor yang cukup handal


B. PEMBAHASAN
B.1. Mengenal Element-Element Pada Display Ulead
Sebelum memulai menjalankan program ulead harus menginstal program ulead terlebih dahulu wajib dilakukan , software dapat di beli di toko atau di tempat penyewaan kaset program.
Setelah dilakukan pengistalan program, Berikut merupakan tampilam awal ulead


Berikutnya apa yang harus dilakukan?, setelah membuka tampilan seperti yang terlihat pada gambar lanjutkan dengan meng klik tool bar video studio editor, sehingga selanjutnya akan tampak tampilan seperti berikut:

Namun, Sebelum jauh belajar tentang bagaimana cara mengedit film, diharapkan pengguna software mengenal dan mampu memahami artikulasi juga fungsi element-element yang terdapat pada display software ulead video studio, berikut adalah beberapa element tersebut:
1. Jendela preview
Adalah tempat menampilkan clip view, filter, efek, title. Selain itu jendela preview bertugas menampilkan hasil sementara pengeditan video yang tengah anda lakukan.
2. Panel opsi
Adalah panel yang bertugas menampilkan setting dari sebuah fungsi yang tengah anda jalankan saat ini. Kegunaan dari panel ini adalah sebagai tempat mengatur setting
3. Library
Adalah tempat menyimpan clip-clip, efek, file suara yang sering digunakan dalam video, clip awal sebagai contoh telah disertakan dalam program, namun pengguna software juga dapat melakukan penambahan jika diperlukan.
4. Time line
Adalah tempat melakukan penyusunan dan pengeditan video. Pengguna program ulead akan bekerja didalam time line untuk menghasilkan sebuah video yang diinginkan
5. Panel navigasi
Adalah panel yang berisikan tombol-tombol untuk memainkan sebuah clip atau memotongnya.
Disamping element display di atas, ulead juga mempunyai element editing. Berikut beberapa element editing yang utama terdapat dalam sofware ulead dan fungsinya:
1. Video
Untuk mengambil dan menempatkan clip
2. Image
Untuk mengambil dan menempatkan gambar
3. Audio
Suara diperlukan sebagai ukuran penentu tingkat kesuksesan komposisis video yang dibuat. Suara adalah element penting yang membuat dramatisme video. Dalam ulead mengenal dua jenis audio yaitu audio suara dan audio musik
4. Transision
Transisi adalah vasilitas dalam ulead yang menawarkan cara yang lebih kreatif dan lebih menarik untuk membuat efek perpindahan antara satu clip ke klip lain
5. Video filter
Video filter adalah efek yang dapat diaplikasikan pada klip sehingga penampilan dari clip tersebut berubah. Tersedia banyak efek video clip siap pakai dalam fideo filter, seperti bluer, mazaik, old film, dan lain-lain
6. Title
Adalah tulisan dalam video sebagai keterangan tambahan dari komposisi video yang dibuat.

B.2 Cara Mengedit Film dengan Ulead
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengimpor clip atau gambar pada library ke time line caranya adalah dengan mengklik clip yang diinginkan dibagian library kemudian drag ke arah time line.
Sebelum memulai mengedit film, para editing biasanya melakukan menyesuaikan clip yang akan diedit, seperti apabila apabila sebuah clip dianggao terlalu panjang, maka para editing film akan memendekan. Memendekan clip yang telah dimuat adalah tindakan yang penting dalam editing. Cara memotong sebuah clip dalam ulead sangat mudah, yaitu dengan mengklik ujung clip yang akan dipendekan, kemudian drag kearah dalam sejauh pemendekan yang diinginkan.atau bisa juga dengan menggunakan salah satu fasilitas ulead yaitu dengan mengeklik tombol cut clip dan menggeser clip yang telah dipotong.
Setelah itu para editing bisa memulai mengatur time line. inilah hal yang dianggap paling sulit dan rumit dalam mengedit film. Namun sebagian besar editing menyukai hal ini karena disinilah letak tantangan dalam mengedit video. kapan scene ini muncul, setelah dan sebelum scene yang mana. Selain penempatan scene-nya juga harus disesuaikan dengan musik, Panjang pendeknya scene juga harus disesuaikan dengan panjangnya segmen musik yang jadi latar belakang.
Jadi yang dimaksud mengatur time line itu adalah mengatur perubahan dalam video dari waktu ke waktu. Dari detik ke detik, dari satu frame ke frame yang lain. Seperti kalau kita mengetahui sistem PAL pada TV yang dalam satu detik ada sekitar 24 frame. Jadi untuk clip dengan durasi tiga menitan, memebutuhkan sekitar 4320 frame yang harus diatur, negitu juga dengan sistem pengaturtan timeline. Tetapi dalam ulead sedikit lebih medah, ini karena materi videonya sudah ada, jadi tidak perlu repot mengatur tiap frame. Cukup mengatur pergantian scene demi scene.
Selain mengatur timeline dari scene, juga harus diatur timeline dari efek yang dipakai. Kapan efek blur muncul, berapa lama, kapan filmnya di-freeze atau backward. Kapan teksnya akan muncul, kapan teksnya dianimasi. Karena dibagian memberi efek inilah yang paling rumit sekaligus menyenangkan, Sekian banyak efek yang disediakan, mau memilih yang mana, bagaimana tingkat efeknya, bagian mana yang terkena efek..
Setelah mengetahui bagaimana teori pembuatan sebuah film video, maka berikut adalah cintoh sederhana praktek membuat sebuah film.
Langkah-langkah:
1. Transfer terlebih dahulu video atau gambar pada computer.
2. Buka program ulead, setelah keluar tampilan awal seperti
Klik video studio editor, maka akan keluar tampilan selanjutnya
3. Drag salah satu vasititas pembuka video ke dalam time line, seperti
4. Setelah itu masukkan foto atau Gambar melalui fasilitas image, bisa menggunakan gambar yang telah tersedia atau mengimpor gambar yang lain.
5. Diantara gambar dan video supaya lebih menarik. sisipkan transision, agar perpindahan terasa halus dan menarik
6. Kemudian supaya lebih menarik sisipkan kata-kata pembuka, hal tersebut dapat dilakukan dengan mengklik Title. setelah dalam jendela preview terlihat space untuk menuliskan kata maka editing video bisa menuliskan kata pembuka sesuai dengan keinginan sebagai contoh “MIPA UST PRESENT’ Selanjutnya title dapat diberi efek dengan menggunakan vasilitas yang ada pada ulead.
7. Setelah itu masukkan kembali video yang diinginkan untuk diedit, atau dapat menyisipkan materi foto.
8. Yang terakhir adalah memilih musik atau suara untuk film yang sedang dibuat. Caranya juga sangat sederhana tinggal mengklik dan drag musik kedalam time line. Setelah semua sudah selesai dilanjutkan dengan menyimpan file film yang sudah selesai dibuat, ada banyak versi penyimpanan dalam menyimpan video yang sudah diedit. Para editing dapat menyimpan dalam format apapun seperti (mpeg, dvd, vcd dll) caranya sanagat mudah klik share, lalu klik created video file dan silahkan pilih mau di save dalam format apa.
Bagaimana. mudah bukan membuat sebuah film?, hasil akan menjadi lebih baik jika rajin berlatih juga kuat dalam menciptakan kreasi-kreasi dengan vasilitas yang sudah disediakan dalam sofwere ulead ini.
C. PENUTUP
Ulead video studio merupakan salah satu sofewere yang baik untuk belajar bagi para editor film pemula, selain mudah juga tidak membutuhkan kapasitas hardis yang besar.

DAFTAR PUSTAKA
Chandra Hendi. 2005. 7 Jam Belajar Ulead Video Studio 9 Untuk Orang Awam. Palembang; Maxikom.
Continue Reading...

MASIH INGIN KURASAKAN

 
“Untuk pemulung di Kali Mambu”

Kebimbangan bertumpu pada apa yang disebut isyarat mati, mencoba mengurai pedih perjalanan, memapah bersama orang-orang yang telah ternodai, dosa dan kearifan, satu yang menyesakkan, bertahun mencari mata air, selama kaki melangkah, madu belum juga kurasa, inilah pekik dunia, bersama hingar-bingar kebijakan yang tak tentu arah, mencoba mencuri kail, untuk sekedar bertahan hidup. Dipinggiran kali mambu meretas keniscayaan, mencoba mengubah takbir malam. Siang hilang malam berganti. Dengan lusuh mencakar setiap sudut kota. Menjamah apa yang bisa dijamah. Mengais apa yang bisa dikais, memakan apa yang bisa dimakan. Ditepian kali mambu akupun memuja. Masih adilkah dunia bila anak ku tak sekolah.

Kalimambu, 24 April 2008
Edi Susilo
Continue Reading...

MASIH INGIN KURASAKAN

 
“Untuk pemulung di Kali Mambu”

Kebimbangan bertumpu pada apa yang disebut isyarat mati, mencoba mengurai pedih perjalanan, memapah bersama orang-orang yang telah ternodai, dosa dan kearifan, satu yang menyesakkan, bertahun mencari mata air, selama kaki melangkah, madu belum juga kurasa, inilah pekik dunia, bersama hingar-bingar kebijakan yang tak tentu arah, mencoba mencuri kail, untuk sekedar bertahan hidup. Dipinggiran kali mambu meretas keniscayaan, mencoba mengubah takbir malam. Siang hilang malam berganti. Dengan lusuh mencakar setiap sudut kota. Menjamah apa yang bisa dijamah. Mengais apa yang bisa dikais, memakan apa yang bisa dimakan. Ditepian kali mambu akupun memuja. Masih adilkah dunia bila anak ku tak sekolah.

Kalimambu, 24 April 2008
Edi Susilo
Continue Reading...

MELODY BIDADARI MALAM.

Suluh berganti mengalunkan berjuta kerinduan dipenghujung kegalauan, menapak meniti sejuta asa, berharap pada mukzijat yang turun dari langit, galau itu terus menyerangku. Diatas bilik bambu aku bergelayutan menahan angan, sempit dan tersayat, puing-puing hati ini mengalunkan kepedihan derita akan hidup, mengelana dalam perjalanan yang tak pernah usai, entah kapan ada jalan panjang yang terjuntai mencoba menawarkan rasa dihadapan para bidadari yang haus persetubuhan, aku terus menangis dalam bayangan kemarau yang tak tau kapan harus berakhir, bersama sejuta kesyahduan kucoba mencari celah ketenangan. Lamunan itu tersurut dalam gelapnya peta firasatku, pasti namun masih berkabut, dalam sayatan perih yang terus dibuai mimpi. Dalam keheningan malam bersama lantunan nafas tidurku engkau datang membawa kesejukan yang ku idamkan.
Dalam galau perasaan yang terus tercabik durga, hatiku berkabut kerinduan pada sayatan nurani hitam, laknat, Durga selalu berusaha memayungiku, memaksaku tunduk kepada nafsu. Durga berhasil menancapkan puing-puing isyarat kehancuran, dalam pekat ini belum kutemukan cahaya, kembali bidadari dalam mimpi mencoba memberikan penyejuk yang tak bertuan, memberikan seutas senyum yang entah kapan dapat terwujut, malam mengelanyut dan aku tersadar dari tidur.

Yogyakarta 30 April 2008
Edi Susilo
Continue Reading...

Jalan Panjang Pers Indonesia

Oleh : Engkos kusnadi, Jahratul jannah, Salwiayanto

Perjalanan Pers menuju kebebasan telah dilewati tahap yang tak sedikit dari harta sampai nyawa, kini menjaga dan melanjutkan akan menjadi berat ketika tidak dengan kebersamaan. Pers membutuhkan rakyat untuk tegaknya keadilan sosial (Demokrasi).
Relitas dalam kurun waktu enam tahun menunjukan fenomena yang mencengangkan dan menggoncangkan jagad publik Indonesia, jatuhnya Soeharto dan berjalannya masa Reformasi menjadi saksi perjalanan menuju satu harapan kebebasan pers yang selama masa ‘jahiliah’dulu mencengkram kuat arus informasi bagi rakyat. Penelusuran yang kami lakukan dan membongkar-bongkar file lama serta memilih-milih pustaka yang sesuai bagai tema ini menjadikan kami makin bersemangat untuk mengungkap ada apa dengan kebebasan pers Indonesia ? yang menurut beberapa jurnalis, baik dalam dan luar negeri yang ditemui tim fokus mengatakan bahwa tubuh pers yang mulai bebas ini perlu terus dipoles dipercantik dan dipelihara agar lebih subur dan menjadi satu kekuatan bangsa.
Mengawali ketegangan ini, apa sebenarnya itu ? pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakaan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan tulisan, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia. Dari devinisi baku ini ternyata pada praksisnya terjadi pergolakan, pertentangan dan bahkan debat table yang tak berkesudahan dalam mengituti arus jaman yang makin bergerak maju.
Titik Nol Pers Indonesia
Dalam buku Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia yang merupakan hasil penelitian para ahli pers dari tahun 1976-1978. dapat terbaca bagaimana pers Indonesia melewati fase-fase dalam peranannya di masyarakat, buku yang sempat dilarang beredar karena untuk kepentingan penguasa pada saat itu (Menteri Penerangan ) , tapi kini dapat dicari dan kita ambil manfaatnya.
Pers Indonesia pada masa-masa awal mempunyai ciri-ciri khusus berhubung dengan keadaan masyarakat, kebudayaan, dan politik. Dalam pertumbuhannya mencerminkan struktur masyarakat yang majemuk, apalagi dengan adanya golongan-golongan penduduk yang terpisah satu sama lainnya. Golongan penduduk Belanda, Tionghoa, Arab, dan India, yang pada saat itu penduduk Indonesia sendiri pada zaman kolonial berada pada batas-batas hidup kesukuan, sehingga medianyapun merupakan pendukung berbagai ideologi. Tercatat beberapa nama media pada saat itu seperti ; Li Po ( Sukabumi 1901-1907) , Kabar Perniagaan ( Jakarta 1903-1930) , Sin Po ( Jakarta, 1914-1959), Sin Tit Po ( Surabaya,1923-1942), Keng Po ( Jakarta, 1923-1957) sampai berakhirnya Hindia Belanda di Jawa terdata paling sedikit 43 surat kabar Melayu Tinghoa, 9 surat kabar Sumatra, 2 surat kabar Kalimantan dan 4 surat kabar Sulawesi. Dalam perkembanganya pers Indonesia, sebagian dipengaruhi oleh adanya usaha percetakan dan penerbitan Belanda dan Tionghoa yang sebahagian lagi karena munculnya elite Indonesia yang memerlukan media komunikasi dan hal ini sangat terkait degan perkembangan ekonomi rakyat.
Diantara pers Indonesia yang dikenal diawal perkembangannya adalah Medan Prijaji yang dipimpin oleh R.M. Tirtohadisoerjo yang mendapat julukan wartawan Indonesia pertama “ Bapak Wartawan-Wartawan Indonesia” , setelah berdirinya organisasi Budi Oetomo, Sarekat Islam dan Indische Partij yang masing masing menerbitkan media, pada saat itu pers Indonesia memusatkan perhatian pada masalah yang timbul dalam masyarakat kolonial dan membela kepentingan nasional. Ia adalah merupakan pers nasional yang berlawanan dengan kepentingan pers kolonial. Pers pada waktu itu memang membawa suara organisasi politik, lihat saja beberapa media seperti De Locomotif dan Bataviaache Niewsblad yang memuat surat edaran persiapan-persiapan kongres pertama Boedi Oetomo 1908, Majalah Jong Indie, Tropisch Nederland, Kolonial Tijdscherif dan Java Bode di Sarekat Islam, Darmo Kondo yang merupakan kabar utama di Jawa. Di Surabaya terbit Oetoesan Hindia yang dipimpin oleh Tjokroaminoto, Sosrobroto dan Tirtodanudjo ada juga Sinar Djawa di Semarang, Pantjaran Warta di Betawi dan Saroetomo di Surakarta.
Dengan Berdirinya Indische Partij hadir majalah dua mingguan Het Tijdscherift dan surat kabar De Expres, ini penting artinya dalam rangkaian pers nasional. De Expres terbit pertama kali 1 Maret 1912 beberapa bulan sebelum Indische Partij resmi berdiri 12 Desember 1912, didalam dua media itu terdapat tulisan Douwes Dekker yang lihai dan mahir memainkan kata-kata dalam setiap tulisannya hingga menjadi contoh surat kabar Bumi Putra. Walau dalam bahasa Belanda tapi isinya berhubungan dengan masa depan Hindia Balanda (Indonesia). Tidak ketinggalan Dr. Tjipto Mangunkusumo yang mampu membawa pikiran kritis, tenang dan terarah sehingga membuat pembaca tulisannya terkagum-kagum. Setelah terjadi pembuangan ketiga pemimpin Indische Partij ke Nederland. Tjipto Mangumkusumo mendirikan De Indier (1913-1914) dan R.M. Seowardi Seorjaningrat (Ki. Hadjar Dewantara) dengan majalah Hindia Poetra (1916) berhasil mempertahankan arah dan gerak perjuangan mereka, mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Lahirnya Partai Komunis Indonesia (PKI) menambah jumlah surat kabar yang akhir tahun 1926 tercatat lebih dari 20 penerbitan PKI. Media Pers yang membawa suara-suara nasionalisme Indonesia ialah majalah para mahasiswa di Nederland yang melambungkan kata Indonesia seperti dalam kata pengantar nomor wahid Indonesia Merdeka (IM) pada tahun 1924. dengan terbitnya dua bahasa yang bercita-cita kesatuan bangsa Indonesia sebagai tujuan Perhimpunan Indonesia (PI), pada saat terjadinya masa penggeledahan dan tindakan penyotaan dokumen-dokumen PI ternyata diketahui Indonesia Merdeka mencatat 280 langganan, 236 orang Indonesia, sedangkan 44 orang tersebar di Nederland, Jerman, India, Mesir, Malaya, Prancis. Dengan pergerakan mereka di media yang turut mengembangkan nasionalisme Indonesia terus mendapat ruh dihati rakyat dunia.
Sejarah mencatat gerilya para pekerja pers selama beberapa kali perpindahan kekuasaan baik waktu penjajahan kolonial maupun pasca kolonial tidak terlepas dari tekanan dan penyempitan ruang gerak pers untuk memberitakan informasi yang benar kepada rakyat. Disamping itu pers berusaha mendidik dalam rangka pembangunan nasional, dengan beragamnya aliran dan ideologi yang dianut pers sebagai platform/garis politik menambah luas wacana dalam memperkaya khasanah pengetahuan rakyat.
Pers Indonesia kini
Dilihat dari pola dan bentuk karakternya pers pada suatu negara banyak dilatar belakangi oleh falsafah dan ideologi negara tersebut, dimana tercermin jelas pada produk perundang-undangannya yang mengatur sistem politik dan kebijakan informasi. Dalam prakteknya tidak menutup kemungkinan banyak negara yang menyatakan sebagai negara demokratis dalam kenyataannya jusru bertentangan dengan sendi-sendi demokrasi serta tidak memberikan perlindungan akan Hak Asasi Manusia (HAM). Keadaan semacam itu yang terjadi di Indonesia pada masa orde baru dalam kurun waktu 1966-1998, pemerintah melakukan pengekangan dan praktek destruktif serta otoriter dengan tidak pandang bulu termasuk akan kebabasan pers untuk memberikan informasi yang benar kepada rakyat.
Awalnya ketentuan dasar yang mengatur pengeluaran pendapat dan kegiatan pers tercantum/diatur dalam pasal 28 UUD 1945, ketentuan ini dijabarkan dalam ketetapan MPR mengenai GBHN dan Undang-Undang Pokok Pers. Sejak tahun 1966 ketentuan penyelenggaraan pers dituangkan dalam UU No.11 tahun 1966, diperbaharui dengan UU No.4 tahun 1967, dan terakhir diperbaharui dengan UU No. 21 tahun 1982. dalam UU No.21 tahun 1982 diatur masalah yang fundamental bagi kehidupan pers, yaitu :
1. hak pers melakukan kontrol, kritik dan koreksi yang bersifat konstruktif.
2. sensor dan pembredelan tidak dikenakan terhadap pers nasional.
3. kebebasan pers sesuai dengan hak asasi warga negara dijamin.
4. untuk mengusahakan penerbitan pers dan mengelola badan usahanya tidak memerlukan surat izin terbit.
Undang-Undang ini secara operasional dikendalikan oleh peraturan Menteri Penerangan No. 01 tahun 1984, secara legal formal pers mempunyai kebebasan menjalankan kegiatan jurnalistiknya akan tetapi pendapat pers harus bertanggungjawab. Ide dan keinginan awal yang baik dan bagus sangat disayangkan tidak adanya pembahasan dan analisa akan batasan kebebasan yang bertanggungjawab itu, yang pada akhirnya digunakan sebagai alat pemerintah atau kekuasaan untuk bertindak seenaknya dan semaunya sesuai kehendak pemegang tongkat komando ‘sang pangeran’.
Korbanpun berjatuhan seperti satu musim gugur di negara Eropa, dari mulai pembatalan SIUPP yang dilalami surat kabar Sinar Harapan dan Prioritas, Tabloid Monitor, Majalah Tempo, Editor, dan Detik. Selain itu masih banyak tindakan kekerasan sampai penculikan yang hampir dipastikan terkena terhadap wartawan ‘journalist’, hal itu menambah panjang daftar tindakan tidak bersahabatnya kekuasaan terhadap pers Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya lewat Undang-Undang RI nomor 40 tahun 1999 tentang Pers Presiden Republik Indonesia pada waktu itu B.J. Habiebie dalam pertimbangannya mengatakan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, yang menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Dalam kehidupan yang demokratis pertanggungjawaban kepada rakyat harus terjamin, sistem penyelenggaraan negara yang trasparan berfungsi untuk mencapai keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum dan mencardaskan kehidupan bangsa. Pers nasional sebagai wahana komunikasi masa, penyebar informasi dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan danpaksaan dari manapun. Lewat Undang-Undang yang baru inipula maka UU Nomor 11 Tahun 1966 sebagai ketentuan-ketentuan Pokok Pers yang diubah dengan Undang-undang perubahnya Nomor. 4 Tahun 1967 serta diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak berlaku lagi. Dalam peraturan ini ada beberapa hal yang prinsif yang menjadi sorotan tajam banyak kalangan yaitu Bab II Pasal 4 ayat 2 yang berbunyi ‘ terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran.’ Kalimat ini pula yang mengundang banyak tanggapan dari beberapa pihak padahal jika dilihar dan membaca pers di negara yang ingin menjalankan pemerintahanya dengan landasan demokrasi, pers menjadi salah satu pilar kuat penopang untuk jalannya laju demokrasi di suatu negara. Kekhawatiran yang berlebihan dari beberapa kelompok orang yang akhirnya diungkapkan tidakl dengan semestinya sesuai dengan jalur hukum yang telah berlaku. Pun demikian pemerintah beberapa contoh kasus ternyata dalam menyelesaikan kasus pers masih memakai KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) padahal seperti di tulis oleh Hinca IP Pandjaitan anggota Tim Ombudsman Jawa Pos Group bahwa UU Pers adalah lex specialis terhadap KUH Pidana terhadap karya-karya jurnalistik wartawan. Diluar itu KUH Pidana tetap berlaku kepadanya secara secara individu yang melanggar hukum. Apabila karya jurnalistik itu salah hukumannya dengan menggunakan KEWI (Kode Etik Wartawan Indonesia) seperti butir ke-7 KEWI secara tegas menegaskan “ Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hal jawab “ atau mengadukannya melalui Dewan Pers.
Disamping itu pula yang perlu diperhatikan masyarakat bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (Pasal 4 Bab II ayat 1) sehingga ketentuan pidana seperti tercantum dalam Bab VIII Pasal 18 ayat 1 berbunyi : Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan bangi publik tidak usah syindrom akan pers bebas bahwa perusahaan pers juga apabila melanggar seperti Pasal 2 : Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan Pasal 3 menyetakan : Perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 9 ayat (2) dan pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) memang hal ini yang masih memberatkan bagi pers tapi dari sini dapat dijadikan warning/peringatan akan profesionalisme wartawan dan pers pada umumnya dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya. Jacob Oetama memberikan masukan bahwa kebabasan pers tidak bisa lain kecuali harus disertai kompetisi profesional, professional competence . Dengan kompetisi profesional pers memperoleh kredibilitas dan authority, wibawa, dipercaya dan bisa dijadikan acuan. Etika yang telah disepakati sebagai perilaku profesional merupakan bagian penting dari professional competence.
Sebuah Harapan Pers Bebas
Sejalan dengan berjalannya waktu dan beralihnya kekuasaan dari Soeharto ke Prof. Dr. B.J. Habiebie 21 Mei 1998 silam, pandangan mengenai peranan pers turut mengalami perubahan. Peraturan Menpen No. 01 tahun 1984 dicabut dengan peraturan Menpen baru No.01 tahun 1998, sehingga pers nasional mulai memperoleh kebebasan menjalankan aktifitas jurnalitiknya, disamping itu ada harapan kebebasan dari tekanan dan ancaman dari pihak luar yang mengganggu dalam menjalankan tugasnya. Sama halnya seperti ditulis M. Simaremare (dosen dan peneliti di beberapa Universitas) dalam buku Humanisme dan Kebebasan Pers bahwa pencabutan sanksi pembatalan SIUPP dengan sendirinya menempatkan pers nasional pada jalur menuju pers yang bebas dan merdeka (free and liberated press) mengingat penerbitan pers yang eksis pada era ini merupakan penerbitan yang didirikan berdasarkan SIUPP pada masa orde baru, maka penyajian pers tetap memperhatikan tanggungjawab serta tidak melupakan tata krama, tata cara dalam koridor profesionelisme kewartawanan. Ini merupakan otokritik dan sekaligus petunjuk bagi kalangan pers.
Kebebasan pers tidak terlepaskan dari faham kebebasan berpikir , berpendapat, berbicara. Riwayatnya dari sejarah politik panjang, yang biasanya dimulai dari John Milton tahun 1644, Voltaire, Thomas Jefferson dan lain-lain. Faham kebebasan berkaitan dengan sistem politik yang berlaku. Maka pernah dikenal 4 teori kebebasan pers : pertama, Otoritarian, dua, Libertarian, tiga, Marxis-Leninist, empat, Tanggng Jawab sosial. Dalam negara yang mempunyai konstitusi tertulis, faham kebebasan pers termasuk yang dicantumkan. Di Amerika Serikat terkenal apa yang disebut First Amendment. Pada Undang-Undang Indonesia yang tertulis di Pasal 28.
Membahas tentang profesionalisme pers kita dapat mengingat tulisan Jacob Oetama seorang begawan pers dan ‘juragannya’ KOMPAS yang menulis dalam buku PERS INDONESIA ‘Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus’ bahwa sesungguhnya ‘ kita berkomunikasi dalam masyarakat tidak tulus’ , kita diingatkan akan makna komunikasi pada sarinya. Lewat komunikasi yang serba berbeda itu, berbeda latar belakang, pengalaman, pemahaman, berbeda sudut pandang dan kepentingan justru akan membuat comunist, bersama. Dari itu semua diusahakan tercapai pengertian bersama atau sekurang-kurangnya saling pengertian. Terjadinya distorsi komunikasi sesungguhnya tidak hanya dari sang komunikator, bisa juga dari komunikan. Gangguan pada medium/perangkat komunikasi terkadang pula yang menyebabkan distorsi. Berbicara tentang distorsi dari pers sebagai akibat langsung dari kebebesan pers yang tidak hanya berdampak positip dengan bertambahnya jumlah penerbitan dan terhadap pelaksanaan fungsi pers sebagai media informasi, pendidikan, kontrol sosial, dan hiburan yang sehat. Disisi lain ada negatif yang sebagai contoh dalam upaya meraih pembaca, banyak penyajian yang menyajikan berita yang sensasional, menggemparkan, dan bahkan menakutkan yang lajim dikenal dengan sebutan scare headline dan bahkan berdasarkan opini wartawan, sehingga cenderung evaluatif, subjektif, dan konklusif dan tidak faktual. Ini pula yang harus diakui oleh pers. Mungkin berawal dari kenyataan ini dapat dikatakan bahwa pengelolaan penerbitan pers belum seluruhnya dapat dijalankan dan menjaga kebebasan pers yang dimilikinya kebebasan mengumpulkan, mengolah, menyiarkan berita tidak dipakai untuk menegakan nilai-nilai dasar demokrasi, keadilan dan kebenaran karena banyak yang hanya mengejar keuntungan usaha dan pemilik modal tanpa memperhatikan etika jurnalistik masih tulis M. Simaremare sebagai otokritik bagi pers.
Lain halnya dengan tulisan Atmakusumah mantan Ketua Dewan Pers dalam buku yang sama tentang kekebasan pers beliau mempunyai cara khusus sebagai tameng bagi kebebasan pers yaitu dengan pelembagaan Swakontrol dan Profesionalisme dengan berberapa alasan bahwa model pers yang kompromi untuk tetap survived selama orde baru dan orde lama yang justru akan melenyapkan independensi redaksional media pers, padahal independensi redaksional merupakan tiang agung yang menjadi tumpuan bagi setiap media pers untuk menegakan kredibilitas dan martabatnya. Sebagai akternatif lainya adalah menolak kompromi dengan campur tangan pihak luar manapun terhadap prinsip independensi kebijakan redaksional baik dari pemerintah, pemasang iklan atau pemilik modal. Pers adalah pers dia mempunyai mekanisme kerjanya sendiri sesuai dengan standar profesional dan kode etik jurnalistik yang menjadi pegangan para wartawan diseluruh dunia. Adanya upaya campur tangan, upaya pembelokan sandar profesional dan tindakan kekerasan terhadap pers beliau anggap sebagai pelecahan terhadap kredibilitas media pers atau bahkan akan memerosetkan martabat sampai titik terendah.
Yang terjadi setelah Soeharto tumbang kini di era reformasipun sebenarnya tidak menampakan perbaikan akan kualitas simbiosis mutualisme antara masyarakat/ public dengan pers dalam mengusung kebebasan pers. Masih adanya masyarakat terorganisasi dan tidak menganggap media pers tertentu tidak penting sebagai sarana yang dapat dugunakan untuk mengumandangkan hak dan apresiasi mereka. Adanya media pers yang seoleh tak dihargai ; fasilitas kantornya dirusak, pekerjaan redaksi diganggu atau siarannya dihentikan karena kelompok-kelompok masyarakat itu tidak menyenanginya seperti yang terjadi dengan kasus majalah TEMPO dengan ‘kaki tanganya’ Tomy Winata. Beliau berpendapat bahwa masalah yang terjadi terhadap wartawan dan pers harus diselesaikan dengan jalur hukum dengan demikian pers tidak dipandang seolah-oleh membenarkan tindakan kekerasan yang tidak dibenarkan oleh hukum. Sebenarnya kalau kita mengetahui dan menyadari bahwa demokrasi memerlukan kebebesan berekspresi dan karena itu juga memerlukan kebebesan pers seperti yang telah diuraikan diatas, sistem politik yang bersendikan kedaulatan rakyat maka rakyat memilih, rakyat juga berpartisipasi dalam proses politik. Dan untuk itu semua butuh perangkat yang diantaranya media massa.
Kebebasan pers yang diperlukan kita seperti yang oleh Dr. Robert A. Dahl dikatakan sebagai “ the avaibility of alternative and indevendent sources of information “ (Democracy, hal 97) yang ditulis dalam buku PERS INDONESIA ‘Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus’ karya Jacob Oetama. Lantas apa yang harus terus dibenahi oleh pers dan masyarakat dalam hubungan di masa transisi ini ? kesan adanya eforia dan hiruk pikuk yang terjadi saat ini harus ditanggapi dengan bijaksana, pers diharapkan berfungsi memelihara, mengantar dan menjaga proses transisi mencapai tujuannya, tugas inilah yang harus terus dirumuskan serta dijabarkan serta dikembangkan bagaimana sosok frame, sosok atau format kebijakan editorial pers. Tentu disertai dengan sikap independensi, konpetisi profesional dan pengahayatan kode etik profesi. Etika, misalnya menurut John C. Merrill dari Missouri School of Journalism, ‘ has to do with duty, duty of self and duty to others ‘ (Ethis and the Press, “Reading in Mass Media Morality,” John C. Merrill and Ralph D. Barney,1975). Etika yang bermuka dua, kewajiban terhadap diri sendiri dan kewajiban terhadap orang lain, menunjukan posisi setiap orang sebagai insan individual dan insan sosial. Dengan adanya etika semuanya menjadi jelas bahwa jika hukum datang dari luar maka etika datang dari dalam. Dari wartawan, pengelola pers, institusi pers. Adapun etika yang sekarang berbunyi :
Satu, Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
Dua, Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
Tiga, Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.
Empat, Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan sisila.
Lima, Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahguanakan profesi.
Enam, Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
Tujuh, Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab.
Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik ini sepenuhnya diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk itu.dari itulah KEWI adalah satu kesatuan dan bagian yang utuh dari UU Pers. Dalam penjabaran fungsi dan tugas Dewan Pers yaitu berfungsi menjaga kemerdekaan pers sebagai wujud hak publik untuk mengetahui
Dan memperoleh informasi serta berkomunikasi. Mengawasi kemungkinan penyalahgunaan profesi dan kemerdekaan pers, menjadi mediator untuk membantu menyelesaikan pengaduan masyarakat berkaitan dengan pemberitaan pers yang merugikan publik. Yang terpenting menurut informasi yang kami dapatkan lewat situs Dewan Pers bahwa dewan pers yang indefenden yang lahir dalam semangat reformasi, bersifat mandiri dan tidak ada lagi unsur pemerintah dalam kepengurusannya. Dengan dukungan masyarakat pers Indonesia, otoritas Dewan Pers semata-mata terletak pada kemauan perusahaan dan redaksi media pers untuk menghargai pandangan Dewan Pers serta secara sukarela mematuhi kode etik jurnalistik dan mengakui kesalahan, sengaja atau tidak secara terbuka.
Disisilain perangkat yang menjadi penunjang dari terlaksananya etika tersebut sampai sekarang masih dilematis akan eksistensinya ; Tim Ombudman, Media Watch, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) masih tetap harus terus membenahi diri dan memberikan nuansa komunikasi yang diharapkan terjalin dengan menjunjung kebebasan berpikir dan berpendapat dan pada akhirnya pers menjadi bagian terpenting bagi tumbuh kembangnya demokrasi di Indonesia ini. Ada pendapat yang ditulis Jacob Oetama dalam bukunya bahwa kedepan pers harus melakukan beberapa pembenahan diantaranya :
Mempersiapkan dan mendewasakan masyarakat serta pemerintah (the governance) sehingga secara aktif kreatif mempu menyongsong serta memanfaatkan semakin hadirnya open society dalam kawasan nasional, regional maupun global.
Terutama bagi masyarakat yang majemuk, peranan pers sebagai forum dialog dan jembatan bagi kelompok dan kepentingan menjadi semakin strategis. Peranan itu menuntut kecuali pandangan dan perilaku yang sesuai dengan code of conducts juga semakin memerlukan pengetahuan, kecakapan, serta keuletan pers.
Pers dituntut lebih cekatan dalam mengidentifikasikan persoalan-persoalan yang mendesak dilingkungan naional, regioal dan global agar dapat melakukan peranan sebagai pemberi early warning serta membangun sikap masyarakat yang proaktif dan antisipatif .
Pers menjadi wahana dialog dan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat agar penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan bangsa terus meningkat maju dan sekaligus terselenggara bentuk budaya dan cara pemerintahan yang kecuali menjamin hak-hak demokrasi juga tetap mampu get things done.
Kerja sama regional, baik antar pemerintahan maupun lewat jaringan (networking) masyarakat dalam kegiatan ekonimi dan lain-lain, merupakan jaminan keamanan, stabilitas serta kemajuan. Karenanya, pers terpanggil untuk memperkukuh kerja sama regional.
Kemajuan ekonomi yang luar biasa memberikan makna bagi kepenuhan hidup masyarakat, manakala aspirasi sosial budaya juga memperoleh tempat dan tanah yang subur.
Dari semua uraian, masukan, kritik yang terjadi di masa transisi ini akankah dimanfaatkan oleh segenap insan pers dan masyarakat. Walahu allam masih memerlukan waktu yang lama bagi jalannya proses kearah tujuan bersama yaitu masyarakat yang memahami dan mengerti akan hakikat perbedaan yang indah ini. Akankah pers terus dalam posisi bertahan dan tiarap bila terus diperlakukan dengan tidak etis dan tidak beradab ?
Continue Reading...

‘SPG’ DAN ROK MINI

OLEH: Eka Sumaryati

Diantra hilir mudik dan keramaian mol-mol besar selalu tersembul senyum manis. Paras yang ayu, body yang aduhai akan menyapa ramah setiap pengunjung mol. Walaupun terkadang nampak letih tetapi tetap saja pengunjung bisa ‘cuci mata’ dengan sekedar melihatnya. Bahkan karena adanya mereka tidak jarang pengunjung datang hanya sekedar ingin melihat-lihat. Begitu beratinya mereka bagi sebuah mol. Dengan mengenakan seragam yang sudah disediakan oleh mol tempat mereka bekerja mereka mampu mejadi identitas bagi mol tersebut. Mereka adalah Seles Promotion Girl atau sering kita kenal dengan SPG.
Pengunjung mol akan sangat akrap sekali dengan pemandangan rok mini di atas lutut dan juga make up tebal yang menghiasai wajah. Hal tersebut bukan sebuah kesamaan yang tidak disengaja. Serentetan persyaratan untuk menjadi SPG memag telah ditentukan oleh pihak pemilik MOL. Bisa dikatakan untuk bisa menjadi seorang SPG mol tidak harus pandai akan Jual-beli namun cantik, menarik, dan memiliki ukuran tubuh yang porposional justru merupakan syarat utama. Sehingga tidak heran jika ada yang kesulitan mencari SPG yang ‘tidak menarik’.
Nanang Rekto Wulangaya S.Pd, CDAC, seorang konselor dan pengamat sosial menuturkan “Menjadi seorang SPG itu tidak mudah, ukuran tubuhnya harus proporsional. Antara ukuran payudara dan panggul itu juga menjadi pertimbangan, dan sebelum menjadi SPG mereka harus tanda tangan kontrak bahwa mereka bersedia mengenakan rok mini”. Ironis memang, ketika SPG dimanfaatkan sebagai sebuah daya tarik. Memajang mereka di tiap pojok-pojok counter barang. Apakah hal semacam ini yang diinginkan oleh pihak mol?
Ketika disinggung mengapa harus memakai busana seragam yang sedemikian itu, banyak mol yang berdalih itu semua merupakan wujud ke-universalan. Memang tidak bisa dielakkan bahwa dunia industri kita memang berkiblat pada barat. Dan tidak bisa disalahkan jika hal tersebut terjadi. Namun haruskah selamanya dan seterusnya dunia bisnis mol kita selalu mengkiblat pada barat. Tidak bisakah budaya dan adat ketimuran kita memberikan sumbangsih untuk kemajuan dunia bisnis mol kita. Para pemilik mol yang menerapkan sistem seragam ‘rok mini’ harusnya sedikit banyak mempertimbangkan nilai-nilai budaya. Jika hal ini tidak dilakukan kapankah budaya kita akan menjadi budaya yang universal ketika pemiliknya sendiri enggan meliriknya.
Perlu diingat bahwa mol dewasa ini bukan hanya sekedar bisnis biasa, namun telah menjelma menjadi wajah suatu kota. Ketika disebutkan kota Yogyakarta maka akan segera teringat ‘Malioboro’, Jakarta dengan ‘Plaza Senayan’ dan sebagainya. Dengan kesadaran yang demikian hendaknyalah dunia bisnis mol tidak seterusnya berkiblat pada barat, namun perlahan menggunakan tolak ukur budaya sendiri.

* wartawan PENDAPA NEWS
Continue Reading...

DASAR KAMPRET…!

oleh: Haning
Gila ni hari panas banget. Panas yang tak terperih. Enakan musim hujan biarpun dingin, kan bisa pake jaket. Kalau panas kaya gini, mau telanjang bulat tetep aja panas. Tapi ingat kejadian di kelas tadi, malah serasa hujan salju. Jadi ceritanya gini, Fandy cowok cute dari kelas sebelah, nyamperin aku, Dia ngajakin kenalan bo. Siapa juga yang gak kaget? Oya, perkenalkan dulu, namaku Rara. Aku duduk dibangku SMA kelas 3. Aku bukan cewek popular disekolah. Aku gadis yang biasa, sangat biasa malah. Selama 2 tahun di SMA tak ada cowok yang kasih perhatian lebih ke aku. Emang sih soal otak aku rada-rada tokcer. Tapi semua itu seolah ketutup sama tampangku yang kucel. Bayangin deh, aku gadis yang kurus, saking kurusnya sampe mirip papan cucian. Rambutku lurus, tapi tipis banget. Kulitku sangat jauh dari kinclong. Gigiku porak poranda, makanya aku pake kawat gigi. Sekarang kebayangkan gimana amburadulnya penampilanku? Lha terus ini gak ada gempa gak ada banjir, Fandy ngajakin kenalan. Dia bilang kalau dia suka perhatiin aku. Dia juga bilang kalau aku manis. Emaaaaak......, ternyata fandy rabun!
Singkat kalimat singkat paragraph kita jadi sobatan. Uh, siapa sih yang gak GR? Sebenarnya Fandy gak masuk daftar cowok-cowok keren di sekolah. Tapi dia juga bukan cowok kuper. Tapi bagiku dia adalah pangeran tampan yang menunggang sepeda kumbang. Iya, soalnya sepeda ontel buntutnya selalu setia setiap saat.
Fandy itu baik banget, perhatian, pokoknya kaya difilm-film india gitu deh. Kadang kita kejar-kejaran dilapangan upacara, atau muter-muter ditiang bendera . sampai kita berdua sering dipanggil keruang BK. Masalahnya sih sepele, kepala sekolah fikir, aku dan fandy kesurupan.
Ada yang bahagia ada yang susah. Ada yang setuju ada yang ngak setuju.Begitu pula hubunganku dengan fandy. Temen-temen deketku pada mulai kasah-kusuk, termasuk sobat kentalku Dinar.Yah kupikir mereka sebenarnya Cuma sirik aja.
“Ra, apa gak sebaiknya kalo elo jangan terlalu akrab dan percaya ma fandy?” Siang itu Dinar mulai meracuni fikiranku lagi.
“Emang kenapa sih? Fandy kan bukan penjahat, dia juga gak punya potongan criminal kok. Yang ada malah dia itu potongan bebek angsa masak dikuali…………….”
“Ih gak lucu.pokoknya mending jangan terlalu deket deh. Gue mencium gelagat yang kurang baik.”
“Oya?”jawabku sambil mengendus-endus udara.
“Eh bener Din. Gue juga mencium bau yang kurang sedap. Tapi kayaknya ini bau kaos kaki elo deh!”
“Sialan! Ra, elo gak ngrasa ya kalau selama ini dia sudah morotin duitmu?
Morotin duit? Iya juga sih. Kenapa baru kefikiran sekarang ya? Kemaren pas makan berdua di kantin , aku yang bayarin. Fandy bilang kalau dompetnya ketinggalan di kelas. Kemarinnya lagi pas beli siomay aku juga yang bayar. Terus kemaren kemarennya lagi iya, kemaren kemaren kmarennya lagi juga iya. Ampyuun, kok bisa ya? Belum lagi duit yang udah dia pinjem. Mulai dari 1000 sampe 50.000. tapi gak papa lah .itu semua akan terbayar kalau besok aku udah jadi pacarnya. Dan saat saat indah itu sebentar lagi pasti akan datang.
Pagi harinya Fandy menarik tanganku ketaman sekolah. Katanya ada hal penting yang mau diomongin. Pasti dia mau nembak aku. Pasti!
“Ra gue mau ngomong.”
“iya. Ngomong ja Ndy. Gak usah malu” aku mulai GR.
“Tapi elo gak akan marah kan?”
“Gak kok. Mang da pa sih?”
“Sebelumnya gue minta maaf kalau nanti ada kata kata yang menyinggung perasaan lo. Gue tahu ini terlalu cepat dan terlalu lancang. Tapi gue udah gak bisa menyimpannya terlalu lama, keburu basi. Gue …
“Iya elo kenapa?” tuh kan bener. Pasti dia mau ngomong kalau dia butuh aku, gak bisa jauh dari aku dan pingin kita jadian.
“Gue butuh…..”
“Butuh apa ndy?”
“Gue butuh……duit lima ratus ribu. Gue pinjaem dulu, elo ada kan? Gue punya utang sama Rio. Cumae lo yang bisa nolongin gue.”
“Huwaaaaa………….Fandy!!! dasar kampret lo!”

* WARTAWAN MAJALAH PENDAPA TAMANSISWA
Continue Reading...

DAN ALAMPUN HENDAKLAH DISYUKURI

Oleh: Ibenzani Hastomi
Suasana ramai sudah terlihat di Desa Pendoworejo, Girimulyo, Kulon Progo pada Rabu (5/3). Tidak seperti biasanya, sejak pagi hari para ibu sibuk menyiapkan tenong-tenong (tempat nasi_red) untuk diisi nasi beserta lauk pauknya. Sementara itu di tepian Bendung Kayangan yang lokasinya tak begitu jauh dari desa, sejumlah pemain jathilan dari grup kesenian Sri Mekar Sidolaras sudah bersiap untuk unjuk kebolehannya dalam memainkan atraksi jaran kepang. Sedangkan pengunjung yang mulai memadati kawasan itu terlihat sudah tidak sabar menanti dimulainya acara. Ya, pada hari itu akan diadakan upacara adat Saparan Rebo Pungkasan di Bendung Kali Kayangan, acara tersebut terdiri atas 2 acara inti yaitu Ngguyang Jaran Kepang dan Kembul Sewu Dulur.
Menurut Sri Mulyono, pemangku adat Desa Pendoworejo sekaligus ketua panitia acara, upacara adat yang mulai tahun lalu diaktualisasikan kembali atas kerjasama Komunitas Kampung Budaya Menoreh dengan penduduk Desa Pendoworejo ini adalah sebagai bentuk ungkapan syukur atas rahmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Seperti, dengan adanya Kali Kayangan memungkinkan penduduk Pendoworejo bisa mengairi lahan pertaniannya tanpa harus khawatir kekurangan pasokan air, tanaman pun tumbuh dengan subur sehingga hasil panen melimpah ruah. Dan sebagai wujud syukur, setiap hari Rabu terakhir di Bulan Sapar penduduk mengadakan tasyakuran bersama di tepi Bendung Kayangan, sebab di bulan itu biasanya penduduk telah menyelesaikan proses tanam. Dengan kata lain upacara ini dilaksanakan sebagai rasa syukur telah selesai menanam.
Ditambahkan Pak Mul _demikian sapaan akrabnya_ selain bercocok tanam, mata pencaharian penduduk di desa ini adalah sebagai pemain jathilan sehinnga prosesi tasyakuran tidak jauh dari atraksi jathilan yang tentunya sudah membumi di daerah itu. Sebut saja prosesi Ngguyang Jaran Kepang yang menyimbolkan penyucian atau pembersihan diri setelah selesai menanam, dan bagi yang mempercayainya, prosesi itu dapat memperlancar job para pemain jathilan. Puncak dari acara ini adalah do’a bersama dilanjutkan dengan Kembul Sewu Dulur, disini semua yang hadir akan diajak bersama-sama memakan nasi dan lauk yang telah disiapkan penduduk, tanpa membedakan apakah mereka datang dari kalangan atas maupun kalangan bawah, semuanya membaur menjadi satu.
Upacara adat Saparan Rebo Pungkasan ini menjadi oase di tengah maraknya bencana yang disebabkan oleh keserakahan manusia terhadap pengelolaan alam di negeri ini. Hanya demi mengejar keuntungan finansial manusia mengeksploitasi alam secara berlebihan, mereka tebangi hutan dengan semena-mena, dan lebih parahnya lagi mineral yang ada di bumi ini mereka kuras sampai habis. Dalam benak mereka alam tak ubahnya seperti seorang budak yang bisa diperlakukan seenaknya, padahal tanpa mereka sadari alampun bisa murka apabila kita sakiti. Akibatnya, bencana tak hentinya melanda beberapa daerah di negeri ini, tak jarang orang yang tidak berdosalah yang kemudian menjadi korbannya.
Agaknya kita harus bercermin pada masyarakat Pendoworejo ini, pola kehidupan mereka yang dekat dengan alam menjadikan alam sebagai sumber kehidupan yang harus disyukuri. Melalui alam-lah mereka bercocok tanam, dan dengan air yang terkandung di alam itulah mereka mengairinya sehingga tanamanpun tumbuh dengan subur. Kehidupan yang menyatu dengan alam itulah yang memungkinkan terjadinya simbiosis mutualisme antara manusia dengan alamnya. Di satu sisi manusia dapat memanfaatkan kekayaan alam secara berimbang dan di sisi lain kelestarian alam tetap terjaga.

*Penulis adalah dokpus LPM PENDAPA Tamansiswa
Continue Reading...

Mencari Ruh Pendidikan Indonesia

Oleh: Ahmad Saleh Muslimin

Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup yang efektif dan efisien. Pendidikan itu lebih dari sekedar pengajaran, membina dan mengembangkan kesadaran diri di antara individu-individu
– Prof. Dr. Azyumardi Azra

Pernahkah Anda melakukan perenungan sekali saja tentang pendidikan di Indonesia atau sekedar membuat komparasi perjalanan pendidikan Indonesia dari periode ke periode? Mungkin ada sebagian dari kita melakukan itu. Sebuah perenungan yang bukan saja dilakukan oleh para pemikir pendidikan bahkan juga elemen masyarakat di grass root sebagai bagian integral yang turut membentuk citra pendidikan di Indonesia. Sepintas lalu kita boleh jadi mengatakan, secara lokal partikular di tempat kita berdomisili, semua proses pendidikan berlangsung wajar. Namun tak dapat kita pungkiri saat kita melihat pemberitaan di media massa ternyata masih banyak masyarakat yang belum tersentuh pendidikan atau kita boleh menyebut mereka sebagai yang termarjinalkan dari hak-hak memperoleh pendidikan. Gambaran tersebut, mungkin dalam pemahaman saya, hanya satu dari sekian banyak potret buruk pendidikan Indonesia yang kalau disebutkan satu per satu akan membuka ‘aib’ entitas pendidikan di negara kita.
Berbagai masalah berdatangan menyapa pendidikan Indonesia. Pertama, dan menyolok, sebagai contoh, standar pendidikan di Indonesia tidak mampu memberikan feedback sebagai output pembelajaran bagi mereka yang sudah menamatkan pendidikannya. Sebagai bukti angka pengangguran membludak bahkan hingga puluhan juta. Data belakangan tahun ini, dikeluarkan oleh presiden SBY dalam pidato tahunannya, menunjukkan angka pengangguran di Indonesia mencapai kurang lebih sebelas juta jiwa. Menurut presiden, angka itupun sudah lumayan lebih baik dari tahun-tahun kemarin. Tetapi lagi-lagi, bahasa rakyat berteriak, pengangguran tetap pengangguran. Kita bicara soal angka sebagai realitas. Ironisnya pengangguran kebanyakan berasal dari mereka yang mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Ternyata pendidikan Indonesia belum mampu memandirikan manusia-manusia Indonesia. Kedua, hal yang menyangkut persoalan kurikulum pendidikan Indonesia. Kurikulum dibuat bukan untuk memenuhi kebutuhan sang siswa tetapi sekedar mengejar target yang ingin dicapai pemerintah tanpa mempertimbangkan aspek baik buruknya kurikulum tersebut ketika akan diterapkan. Bahkan yang terjadi Kurikulum senantiasa berganti-ganti. Setiap pergantian menteri ‘baju’ kurikulum kita ikut-ikutan ganti. Sampai-sampai Hasan Pora, dalam bukunya Selamat Tinggal Sekolah, berujar bahwa kurikulum akan diubah bila menteri pendidikan lengser. Terkait soal kurikulum tersebut, kita mempunyai nomenklatur yang cukup banyak untuk menyebut kurikulum antara lain Kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, dan, yang lagi in, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Tak tanggung-tanggung untuk perumusan sekian kurikulum tersebut serta aplikasinya ke sub institusi pendidikan di daerah mampu menyedot dana milyaran rupiah namun hasil nihil –biaya operasional lebih besar dari hasil yang ditawarkan. Ketiga, Pemerintah hanya terkonsentrasi pada penambahan jumlah unit sekolah sebagai representasi institusi pendidikan. Yang terjadi adalah lembaga pendidikan di negara kita tidak tertata dengan baik. Sekolah-sekolah banyak berdiri di mana-mana, khususnya di daerah perkotaan. Bahkan di satu wilayah yang berdekatan, sekolah misal SD –SMP bahkan SMA– terdapat dua sampai tiga sekolah sekaligus (maksud saya dua atau tiga sekolah SD, SMP, dan SMA). kenyataan ini tidak memperlihatkan adanya aturan yang baik dalam pemberlakuan pendirian institusi pendidikan. Pendirian ini, menurut hemat saya, hanya menambah biaya operasional pendidikan pemerintah tanpa memperhatikan kualitas produk lembaga pendidikan itu. Banyak sekolah berdiri tapi sayang tidak diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan. Sebagai solusi antitesisnya, alangkah baiknya pemerintah memperbanyak institusi di daerah pedalaman yang hampir tidak tersentuh pendidikan. Bahkan kalau perlu untuk menjangkau akses pendidikan ke masyarakat-masyarakat tersebut pemerintah boleh mendirikan lebih dari satu sekolah. Sehingga semua masyarakat merasakan nikmat memperoleh pendidikan. Sudah saatnya pemerintah merealisasikan utang-utang lamanya –program WAJAR (Wajib Belajar) 9 Tahun– kepada seluruh masyarakat Indonesia tanpa kecuali.
Agaknya untuk mendaftarkan dan mendiskusikan berbagai permasalahan pendidikan Indonesia tidak akan cukup hanya dengan satu artikel pendek ini. Yang jelas tiga hal tadi bisa bertambah tergantung dari segi mana Anda memandangnya. Satu hal yang menjadi impian kita bersama adalah pemerintah mau melihat kekurangan ini sebagai cambuk yang mengingatkan mereka akan tugas-tugas mereka memformulasikan pendidikan Indonesia yang baik. Menata ulang definisi pendidikan adalah hal yang, tidak bisa tidak, pemerintah harus lakukan. Pendidikan yang oleh Prof. Azyumardi bertumpu pada perhatian generasi-generasi penerus yang kedepan akan membangun bangsa ini. Mau tidak mau, yang muda-muda-lah yang akan memerintah nantinya. Untuk memerintah, tentunya diperlukan orang-orang yang matang, dengan pendidikan yang mapan dan memapankan. Paling tidak untuk mencapai tujuan itu, dalam kacamata pendidikan, pemerintah harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, alokasi biaya pendidikan harus dimaksimalkan. Siapapun tahu!; saya, Anda, dan pemerintah tahu dan itu sudah merupakan rahasia umum kalau alokasi pembiayaan pendidikan masih di bawah yang diharapkan –angka yang disebut pemerintah baru sekitar 5 %. Angka yang lumayan jauh dari anggaran yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 20 %. Harapannya dari pemaksimalan dana ini bukanlah ‘pemborosan’ untuk sesuatu yang tidak berguna. Sebaliknya dari angka itu pemerintah dapat membangun pendidikan Indonesia yang kokoh, berdaya saing serta mampu tampil di dunia global. Kalau perlu bisa mendongkrak peringkat pendidikan indonesia yang konon kabarnya berada di urutan 113 setelah Malaysia dan Vietnam. Semoga ironi yang menyudutkan negara kita yang dulunya satu tingkat di atas Malaysia bisa terhapus. Kedua, perumusan Kurikulum, alangkah baiknya, memperhatikan bangunan moral, intelektualitas seta efisiensi dan keefektifitasannya guna merespon realitas bergulirnya waktu dan terpenuhinya sasaran pendidikan dalam rangka menyiapkan manusia-manusia yang mandiri materil dan spiritual. Janganlah siswa dan masyarakat menjadi korban kelinci percobaan dari pelaksanaan kurikulum yang jelas-jelas gagal. Dan yang terakhir adalah pengoptimalan fungsi guru sekaligus upaya peningkatan kesejahteraan mereka sehingga tugas mereka sebagai penjembatan transfer ilmu dan moral dapat terlaksana secara proporsional. Tentunya lagi dan lagi persoalan guru ini akan kembali kepada kebijakan pemerintah. Kalau tidak ada guru siapa yang akan mencerdaskan bangsa ini. Kalau sudah tidak ada mereka berarti janji pemerintah untuk mencerdaskan bangsa yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 hanya bohong belaka, atau bahasa kerennya gombal wal bullshit.

* Penulis adalah wartawan Majalah PENDAPA Tamansiswa UST
Continue Reading...

Dewantara Kirti Gria : Warisan Guru Bangsa

 

Bangunan tua itu nampak anggun, dengan dua pohon sawo kecil berdiri merindangi halamannya, disampingnya berdiri kokoh bangunan Joglo bernuansa Jawa Pendopo Agung Tamansiswa namanya. Dibelakang bangunan tua itu terdapat Taman Indria (sekolah TK), Taman Muda (sekolah SD), Taman Dewasa (sekolah SMP). Sekolah-sekolah yang didirikan Ki Hajar Dewantara puluhan tahun silam. Diseberang sebelah selatan bangunan joglo berdiri gedung dua lantai dengan papan nama bertuliskan Kantor Majelis Luhur Tamansiswa yang berdampingan dengan kampus Seni Rupa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.
Bangunan tempo doeloe yang terletak di Jl. Tamansiswa no. 25 itu, yang lebih kita kenal dengan Museum Dewantara Kirti Griya, kesehariannya tak pernah sepi dari tawa dan lalu-lalang para pelajar yang berada di sekitarnya di pagi hari dan anak- anak yang berlatih tari di soreharinya.
Bangunan seluas 300 m2, di atas tanah 2.720 m2 ini mulanya merupakan milik saudagar Belanda yang di bangun sekitar 1915 yang di beli oleh Ki. Hadjar Dewantara untuk tempat tinggalnya sampai sekitar tahun 1934 seharga 3.000 Gulden. Dirumah itulah Ki. Hadjar Dewantara memulai aktivitasnya dari menulis sampai menerima tamu kawan-kawan seperjuangannya.
Museum ini secara geografis letaknya sangat menguntungkan karena berada di jantung kota Jogyakarta. Di area sekitarnya terdapat museum Biologi UGM, museum Sasmitaloka Panglima Besar Jendral Soedirman serta museum Puro Pakualaman, dengan lokasi yang sangat berdekatan membawa suatu keuntungan tersendiri bagi para pengunjung. Dengan waktu yang singkat tidak memerlukan tenaga yang besar dapat mengunjungi empat museum sekaligus.
Museum Dewantara Kirti Griya ini di resmikan oleh Ketua Umum Persatuan Tamansiswa, Nyi Hadjar Dewantara pada tanggal 2 mei 1970, untuk mengenang hari di resmikan itu maka museum itu di tandai dengan suatu candra sangkala “MIYAT NGALUHUR TRUSING BUDI” (1902 Saka) museum tersebut bersifat memorial berisi benda-benda yang berhubungan dengan kehidupan Ki Hadjar. Koleksi-koleksi yang ada di dalam museum adalah benda-benda milik Ki Hadjar dan Nyi Hadjar dari baju, tempat tidur, barang pecah-belah, foto-foto Ki Hadjar semasa hidup, mesin ketik, kumpulan buku-buku, karangan Ki.Hajar dan buku sastra Jawa, kumpulan surat Ki.Hadjar, kilas balik video klip dari pidato Ki.Hadjar pada kongres Tamansiswa 1 sampai Ki Hadjar wafat dan masih banyak lagi.
Kondisi koleksi-koleksi tersebut masih baik walaupun ada sebagian yang sudah rusak tapi dengan perawatan yang sangat baik benda-benda tersebut tetap utuh.
Museum ini berusaha mengetengahkan koleksi yang menginformasikan peran Ki.Hadjar Dewantara dalam kancah perjuangan bangsa untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Pada waktu itu Ki. Hadjar muda yang bernama R.M Suwardi Surya Ningrat adalah seorang budayawan dan tokoh pendidikan bangsa Indonesia, kini kita kenal dengan Bapak Pendidikan Nasional dan hari lahirnya jadi Hari Pendidikan Nasional. Dengan kekuatan jiwanya Ki.Hadjar Dewantara menuangkan ide besarnya dalam bentuk tulisan-tulisan. Slogan-slogan dan produk seni luar biasa dalam bentuk tulisan yang di tujukan kepada kaum muda itu ternyata mampu membangkitkan semangat kebangsaan dan kemerdekaan bangsa Indonesia pada waktu itu.
Di museum ini pula awal lahirnya Badan musyawarah museum (BARAHMUS) Daerah Istimewa Yokyakarta, di awali dari pertemuan Kepala-kepala museum se-DIY bersama Kepala Bidang Musjarahkala profinsi. DIY pada bulan Agustus 1971.
Kemudian di tindak lanjuti pertemuan di museum TNI Angkatan Darat di Bintara Wetan pada bulan September 1971. Setelah di capainya kesepakatan AD/ART, maka secara resmi terbentuklah BARAHMUS DIY di pimpin Mayor Supandi (alm) sebagai Ketua pertama. Dan selanjutnya BARAHMUS DIY beralamat di jalan Tamansiswa 31 Yogyakarta di museum Dewantara Kirti Griya ini hingga sekarang. Museum Dewantara Kirti Griya di lengkapi dengan Perpustakaan museum.
Dengan bahasa yang khas, Ki.Hadjar Dewantara dengan tulisan-tulisannya mampu memberikan semangat perjuangan yang luar biasa,’’ kata mantan Ketua Dewan Kesenian Yogyakarta itu. Untuk menyimpan data-data penting di atas, menurut sekretaris Harian Dewan Angkatan 45’ Nyi Sutartinah (istri Ki.Hadjar Dewantara) lah yang paling berjasa dalam mengoleksi dan mendokumentasikan karya-karya besar Ki.Hadjar Dewantara. “Dengan kesadaran tinggi beliau berusaha mendokumentasikan karya-karya besar Ki.Hadjar Dewantara. Beliau dengan kesabaran dan ketelatenannya menyimpan lembar demi lembar tulisan Ki.Hadjar Dewantara yang tersebar di berbagai media, “kata ketua Badan Musyawarah museum cabang Yogyakarta.
Hingga kini, menurut petugas museum, surat dan tulisan Ki.Hadjar yang menjadi koleksi museum ini jumlahnya mencapai 879 pucuk surat. Pemerintah melalui bantuan dari arsip Nasional Republik Indonesia Jakarta, surat dan tulisan Ki. Hadjar itu telah di konversikan dengan teknologi mutakhir. Yaitu dengan dibuatkan nya microfilm yang di simpan di badan Arsip Nasional Jakarta. Sedang aslinya tetap menjadi koleksi museum Dewantara Kirti Griya.
Tidak lengkap kiranya ketika anda baik siswa maupun mahasiswa ataupun para pelancong yang datang ke Jogja apabila tidak mampir dan tidak singgah untuk mengetahui besarnya tinggalan Ki. Hadjar Dewantara dan Nyi. Hadjar untuk diwariskan pada anak bangsa ini. Selain beliau meninggalkan asram bagi rakyat Indonesia yang berupa Tamansiswa, perjuangan yang maha dahsyat dalam memperjuangkan pendidikan, hanya para negarawan dan yang mempunyai jiwa pengabdian saja yang bisa melakukannya. Peninggalan Ki. Hadjar yang ada merupakan harta warisan yang harusnya dijaga dan dilestarikan sehingga impian akan kejayaan Tamansiswa dan Pendidikan Indonesia itu segera terwujud. Museum Dewantara Kirti Gria merupakan warisan guru bangsa.
Continue Reading...

Pengajaran Kepandaian dalam Tamansiswa Guru dan Serimpi, Tani dan Wartawan

Oleh: Ki Hadjar Dewantara

Mulai dulu hingga sekarang Taman Siswa merupakan perguruan untuk memberi pengetahuan serta kecakapan dalam sifat-sifatnya yang umum ‘algeemen vormend’ guna menyokong perkembangan jiwa raga anak-anak, sesuai dengan bakatnya masing-masing. Agar kelak mereka dapat mencapai hidup dan penghidupan yang setinggi-tingginya dan yang bermanfaat yang sebesar-besarnya, bagi dirinya sendiri dan masyarakatnya. Pada dasarnya kita mengutamakan pendidikan dan pengajaran menurut dasar dan azas ”kulturil” belum sampai kita memasukan usaha pendidikan dan pengajaran “kepandaian “khusus, seperti yang biasa dilakukan oleh ‘Sekolah Vak’.
Bukannya kita mempunyai anggapan yang rendah (diskriminasi) terhadap pekerjan dan kepandaian khusus dalam hidup manusia sebagai yang lazimnya nampak dalam angan-angan, ‘intelektualistis’ yang hanya ingin, ‘tahu untuk tahu’ tidak ‘untuk di amalkan’. Sekali-kali tidak! Kita mementingkan ‘pengajaran umum’ itu berdasarkan dua pertimbangan. Pertama adalah sukar sekali bagi Taman Siswa untuk mendirikan sesuatu ‘vakschool’ yang memerukan biaya yang tidak sedikit itu. Kedua kalinya yang paling kita pentingkan ialah hapusnya sistem pendidikan dan pengajaran berasal dari dunia Barat dan dilakukan oleh kaum penjajah, yang dalam sifat-sifat dan dasarnya, bentuk-bentuk dan isinya serta caranya, melaksanakan semata-mata ‘colonial’ itu. Di sekolah-sekolah vak yang dulu sudah ada anak-anak kita di pelajari pelbagai kepandaian khusus ,yang bagaimanapun juga menguntungkan hidupnya. Akan tetapi sebelum memasuki sekolah-sekolah vak tersebut, mereka dapat didikan umum yang bertentangan dengan azas-azas nasional. Didikan yang salah itu menyebabkan anak-anak kita nantinya sebagai seorang ahli akan menemui banyak kesukaran dalam hidupnya, berhubung dengan tetap adanya “diskriminasi” terhadap hidup di dalam masyarakat. Selain itu bagi anak anak kita sukar sekali untuk masuk ke sekolah-sekolah vak yang lebih tinggi dari pada yang khusus di peruntukan bagi mereka tadi, dimana anak-anak kita dididik menjadi “tukang-tukang” belaka. Inilah akibat sistim pendidikan dan pengajaran yang kolonial, yang tetap mengandung diskriminasi terhadap bangsa kita, teristimewa pada bagian yang biasa di sebut ‘algeemen vormend onderwijs’. Sedangkan ini merupakan batu loncatan untuk memasuki sekolah sekolah vak yang amat rendah itu.
Bahwa Taman Siswa tidak mengabaikan pengajaran kepandaian, dapat di buktikan dengan berdirinya pelbagai bagian perguruan kita, yang bermaksud memberi persiapan pendidikan dan pengajaran vak. Diantaranya kita kenal Taman Masyarakat atau Kelas Masyarakat, Taman Kerti, Taman Tani dan Kursus kursus vak lain-lainnya. Dalam hal ini termasuk azas-azas yang tertentu, yang berhubungan dengan keselamatan dan kebahagian hidup dan penghidupannya.Yaitu Taman Siswa bermaksud mendorong anak-anak untuk bekerja (jangan seterusnya hanya’berfikir’saja), untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya, untuk menginsyafi akan kewajibanya mencari nafkah, agar nantinya dapat mencapai hidup merdeka, tidak menjadi tanggungan orang lain. Demikian selanjutnya.
Sebagai nasionalis sudah selayaknya pula kita berusaha agar negeri kita mempunyai sekolah-sekolah kepandaian yang menguntungkan rakyat dan negara. Mengingat keadaan negeri kita seharusnyalah kita mempunyai sekolah-sekolah tani, pelayaran, perdagangan, pertukangan, kesehatan, perobatan, kesenian, dan lain-lain yang di perlukan untuk tiap-tiap negara yang merdeka, mulai sekolah-sekolah yang terendah sampai yang tertinggi, agar kita tidak semata-mata tergantung pada negeri-negeri lain. Apabila kita Taman Siswa tidak sanggup atau tidak mampu untuk menyelenggarakan pendidikan vak tadi, hendaknya kita memberi bantuan secukupnya untuk pembangunan tersebut. Kita dapat menganjurkan kepada murid-murid kita untuk memasuki sekolah-sekolah vak itu, baik kepunyaan pemerintah maupun yang diusahakan badan badan partikelir. Dapat juga kita menyumbangkan tenaga atau harta benda untuk usaha-usaha yang di maksud, demi kepentingan anak-anak serta negara kita bersama. Demikian menurut pandangan saya hubungan yang ada antara Taman Siswa dengan soal pendidikan dan pengajaran kepandaian pada umumnya. Sekali lagi: Taman Siswa manganggap sebagai tugasnya yang pertama : mengganti sistem pendidikan dan pengajaran yang berjiwa dan beraga ‘kolonial’ itu dengan sistem baru yang ‘nasional’ dan ‘kulturil’. Untuk itulah lebih dahulu diperlukan pembangunan bagian ‘algemeen’ vormend onderwijsnya.
Sebenarnya sudah pada permulaan usahanya, Taman Siswa mendirikan bagian perguruan yang merupakan, ’vakschool’. Bukankah ‘Taman Guru’ kita itu suatu kepandaian khusus, yang di luar kalangan di sebut, ’kweekschool’ atau ‘Vakschool Voor Onderwijzers‘? Apabila sekolah ‘kepandaian’ tersebut kita dahulukan berdirinya maka tidak lain maksud kita ialah untuk dapat meluaskan tugas kita, yakni mendidik kader-kader dan pemimpin pemimpin yang akan ikut serta dalam perjuangan kita menuju ke arah pemberantasan ‘kolonial onderwijs’ untuk seluruh indonesia.
Jangan dilupakan adanya pelajaran tarian-tarian Jawa umumnya khususnya “Bedoyo”: dan “Serimpi”, di bawah pimpinan guru-guru dari “Krido Bekso Wiromo”, yang sejak tahun 1931 berdiri sebagai bagian tetap dengan nama “Taman Kesenian “, bahkan sudah memberikan ujian serta memberikan ijazah-ijazah Guru Serimpi juga dengan resmi.
Selain itu termasuk pula dalam idam-idaman kita mendirikan ,’vakschool’ untuk Pertanian, yang sudah pernah kita usahakan juga, mulai dengan cara ‘eksperimentil’ disana-sini, juga di jaman Jepang, sekalipun tak dapat langsung untuk seterusnya. Menggabungkan ‘Pawiyatan’ dengan ‘pertanian’ itu kita anggap patut sekali, karena rakyat kita adalah ‘rakyat tani’ dan menurut tradisi jaman dahulu hidupnya para ‘pendeta’ dengan ‘cantrik-cantrik’-nya itu senantiasa diliputi alam dan suasana pertanian. Dalam hubungan ini baik juga diinggat, bahwa pernah di kalangan Taman Siswa pernah di perbincangkan soal ‘Pensiun–Tanifonds’ dengan maksud untuk mewujudkan timbang-bhakti atau ‘pensiun’ berupa tanah pertanian buat anggota–anggota Taman Siswa, yang karena usianya tak lagi dapat melakukan pekerjaannya sebagai pamong. Berhubung dengan kesukaran-kesukaran yang bermacam-macam maka rencana ‘Taman Tani’ dan ‘Tani – Pensiunfonds’ tadi tidak dapat di laksanakan.
Ada lagi satu soal pengajaran vak, yang pernah kami majukan dalam lingkungan Taman Siswa, yaitu tentang kemungkinan mengadakan pengajaran jurnalistik sebagai ‘bagian differensiasi’ dalam Taman Madya atau Taman Guru kita. Dalam soal ini ada beberapa kepentingan yang patut kita insyafi dan kita pertimbangkan .
Pertama : seorang ‘wartawan’ adalah seorang ‘pendidik’; ia mendidik pembaca–pembacanya: ia mendidik masyarakatnya : ia mempengaruhi perkembangan kebudayaan. Bukannya di sini patut sekali dan perlu Taman Siswa masukan cita-citanya ke dalam dunia Pers ?!.
Kedua : banyak sudah anak anak kita memangku jabatan jurnalistik, karena sebagai putera Taman Siswa, mereka merasa patut dan senang, sanggup dan mampu untuk bekerja sebagai jurnalis.
Ketiga : alangkah baiknya bila kita (berhubung dengan hal pertama dan kedua itu) mengadakan pendidikan khusus bagi anak anak kita yang berbakat kewartawanan itu.
Keempat : tentang rencana pelajarannya sebetulnya hanya sedikit perbedaannya dengan isi di Taman Guru kita bagian ‘Budaya’, sehingga dengan mengganti pelajaran-pelajaran (yang khusus mengenai pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak) menjadi pelajaran yang mengenai hidup orang-orang dewasa dan masyarakat serta tekniknya jurnalistik sudah cukuplah kiranya .
Kelima : dengan memberi status ‘Taman Guru C’ kepada ‘Taman Wartawan’, yang berdekatan dengan bagian ‘Budaya’, dan bagian ‘C-Sosial’ itu, maka tentang biayanya kiranya tidak akan memberi kesukaran yang tak dapat di atasi.
Keenam : bagian pendidikan wartawan itu akan mendekatkan lagi hidup Taman Siswa dengan masyarakat kebangsaan kita, yang berarti menambah anggapan baik dari rakyat terhadap Taman Siswa sebagai Badan Perguruan Nasional. Kita telah membuktikan kesanggupan dan kemampuan untuk ikut memperjuangkan segala kepentingan Nusa dan Bangsa, disamping tugas kita yang khusus, yaitu mempertahankan keselamatan dan kebahagian anak-anak di dalam lingkungan kebudayaan kebangsaannya .
Cukup sekian pandangan saya tentang,’vak-opleiding’di dalam perguruan kita Taman Siswa pada umumnya dan khususnya tentang pendidikan wartawan, yang sebagai pendidik masyarakat dalam beberapa hal benar-benar bersamaan tugas dengan pamong- pamong Taman Siswa.
Tentang kedudukan Pers di dalam masyarakat, teristimewa tentang pengaruhnya yang amat besar terhadap perkembangan jiwa manusia dan hidup khalayak, di bawah ini saya sajikan sekedar penjelasan Pers, seperti yang pernah saya uraikan di dalam ceramah di muka pertemuan untuk memperingati di hari ulang tahun yang pertama dari pada ‘Lembaga Pers dan Pendapat Umum’, tanggal 10 oktober 1953 yang lalu di Yogyakarta.
Di seluruh dunia dan jaman apapun dapat kita saksikan sendiri, bahwa dalam hidup tumbuh dan perkembangannya, Pers itu selalu berdampingan dengan gerak-gerik dan kemajuan hidup rakyat di tiap negeri. Dinamik yang nampak di dalam hidup dan penghidupan manusia selalu di sebabkan karena adanya dinamik di dalam hidup kejiwaan nya. Seterusnya kesibukan hidup lahir tadi kembali mempengaruhi hidup batin dan menyebabkan kesibukan jiwa. Dinamik batin, yang kini merupakan ‘akibat ‘ daripada hidup lahir itu, keluar kembali untuk mempengaruhi lagi segala gerak-gerik hidup lahir. Begitulah seterusnya ‘sebab’ dan ‘akibat’ saling ganti mengganti dengan tiada akhirnya. Dan itulah yang menyebabkan tidak abadinya hidup dan penghidupan manusia di dunia ini. Dalam pada itu berganti-ganti bentuk-bentuk hidup dan penghidupan, karena terus berubah-ubahnya keadaan hidup bersama itu, pada umumnya menyebabkan adanya ‘kemajuan’, meskipun di sampingnya nampak ‘kemunduran’ atau ‘kebekuan’ pada beberapa bagian hidup dan penghidupan.
Sebelum manusia mendapatkan cara ‘menulis’ dan atau menggambar isi jiwanya, maka hanya dengan kata-kata saja ia dapat memancarkan angan-angannya kepada orang-orang yang berada didekatnya. Tidak mungkin orang banyak dapat ikut menerimanya. Selain itu bagi kebanyakan orang biasanya sukar untuk menerima dan memahami keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan tentang soal-soal yang ‘abstrak’, apabila tidak dapat “dilihat” dan hanya via “pendengaran” semata-mata. Sebaliknya sesudah ada cara menulis dan menggambar, pancaran isi jiwa tadi lebih gampang dapat diterima orang-orang lain ; juga ditempat-tempat yang jauh-jauh letaknya, karena siaran isi jiwa tadi lalu dapat dilihat, tidak hanya didengarkan saja. Orang dapat leluasa untuk memikir-mikirkannya dengan tenang, sedangkan dengan begitu tidak saja mereka yang mempunyai dasar ‘auditif’ (yakni mudah memasukkan kedalam jiwanya apa yang didengar), pun mereka yang ,’visueel’ (gampang mengerti apa yang dilihat) sekaligus dapat tertolong.
Dapat dimengerti bahwa setelah diketemukan cara mencetak buah fikiran dengan peralatan,’drukpres’, perkembangan hidup masyarakat berlangsung dengan amat cepatnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan apa yang tercatat dalam buku-buku sejarah hidup manusia di abad-abad yang terakhir. Lebih-lebih dapatlah kita saksikan kemajuan hidup dan penghidupan, sesudah drukpres tidak saja digunakan untuk mencetak kitab-kitab ilmu pengetahuan, namun pula untuk melayani hasrat manusia untuk menyiarkan serta menerima segala pemberitaan. Pemberitaan ‘Pres’ itu biasanya mengenai berbagai kepentingan masyarakat pada umumnya, khususnya kerapkali merupakan pembelaan hak-hak rakyat terhadap perlakuan-perlakuan yang melanggar rasa keadilan dan perikemanusiaan. Dengan begitu Pres menjadi pelindung masyarakat, dan oleh khalayak umum dianggap sebagai “Ratu Adil”. Apakah ini yang menyebabkan di negeri- negeri Barat Pres diberi sebutan “Ratu Dunia” ?!.
Seperti kita ketahui perkataan Pres semula dipakai sebagai nama pesawat cetak, kemudian digunakan untuk menamakan sistem pewartaan, baik penerbitan ‘kalawarti’ atau “majalah” maupun “harian”. Terbuktilah disini makin lama besarnya penghargaan masyarakat terhadap Pres, yang tidak saja dianggap sebagai “Penuntut keadilan” sebagai “Ratu Dunia”, namun dapat pula mendesak kedaulatan nama dan arti ,’drukpres’, yang menurut sejarah dianggap sebagai sumber kekuatan yang menyebabkan kemajuan hidup manusia. Orang memberikan nama yang mulia itu kepada sistim pewartaan yang kini disebut ‘Pres’. Dengan begitu seolah-olah orang menganggap sistim pewartaan tadi menjadi sumber kemajuan hidup manusia.
Penjelasan tentang kedudukan Pres di tengah-tengah masyarakat tadi menurut hemat kami perlu diketahui oleh segenap kaum Wartawan. Perlu para jurnalis menginsyafi, bahwa Pres itu dianggap sebagai pelindung rakyat, pembela keadilan, bahwa dapat julukan “Ratu Adil”. Menginsyafi hal-hal itu perlu, agar para wartawan dalam menunaikan kewajiban dapat memakainya sebagai tuntunan atau pedoman.
Dalam hubungan ini ada baiknya saya mengulangi apa yang pernah saya anjurkan di kalangan wartawan di jaman dahulu 40 tahun yang lalu, waktu itu saya masih berlomba-lomba dalam dunia jurnalistik. Anjuran saya ialah supaya kita tak usah meniru tradisi Eropa dengan ikut menggunakan sebutan ‘Ratu Dunia’ ; jangan pula kita menghidupkan sebutan ‘Ratu Adil’ untuk memperlambangkan kedudukan Pres. Perkataan ‘Ratu’ mengandung pengertian konservatif dan feodal dan sangat berjauhan dengan jiwa yang bebas dan demokratis. Lebih baik, demikianlah anjuran saya dulu, kita menggunakan perlambang yang lebih luhur dan indah. Yaitu hendaknya kita memakai julukan ‘Sinar Matahari’ kepada Pres. Sinar Matahari tidak saja menyebabkan terangnya suasana dan musnahnya kegelapan, namun didalam sinar matahari yang berspectrum lima warna pokok itu, terkandung berjenis-jenis daya kekuatan. Ada yang menyuburkan segala benih yang baik dan bermanfaat, ada pula yang mematikan berbagai,’microben’ yang membahayakan kesehatan hidup. Kita semua tahu apa yang disebut warna ‘ultra violet’. Semua itu berlaku dengan sendirinya, karena berupa ‘proses kodrati’.
Continue Reading...

BERCERMIN PADA NGAYOGYAKARTA HADININGRAT

Mengurai kota Yogyakarta ibarat memandang taman bunga. Beraneka ragam. Warna-warni kembang bermekaran dan membuat hati selalu terpikat. Pesona Yogyakarta menjadi sempurna ketika hal itu memberi kekaguman bahkan kedamaian. Sugesti akan kejernihan pemerintahan Yogyakarta menjadikan atmosfer kota gudeg terilustrasi mengesankan. Bukan sebuah ilustrasi bombastis yang serba hiperbolik, melainkan penggambaran realita yang sedikit disandingkan dengan hiruk pikuk persoalan di belahan Nusantara lainnya.
Yogyakarta menyandang berbagai predikat. Sebagai kota perjuangan, kota pariwisata, kota pendidikan, kota kebudayaan, bahkan kota sejarah. Yogyakarta mempunyai filosofi budaya serta sejarah yang sangat komplek. Pengklaiman ini sangat simetris jika dipadukan dengan arti Ngayogyakarta sendiri. Menurut Babad Gianti, nama Yogyakarta diberikan oleh Paku Buwono II (raja mataram tahun 1719-172). Yogyakarta diartikan Jogja yang kerta (Kota yang makmur) dan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti kota yang makmur dan utama.
Selain segudang predikat di atas, Yogyakarta juga memiliki slogan “Yogyakarta berhati nyaman”. Hal ini tercermin dari kehidupan Yogyakarta yang adem ayem diantara kemajemukannya. Dikatakan oleh Bupati Bantul, Idam Samawi, dalam acara launching buku PENDAPA Tamansiswa “Jogja dalam Keistimewaan”, Idam mengungkapkan bahwa,”Yogyakarta adalah miniature Indonesia, dimana di Yogyakarta hidup berbagai penduduk berlainan suku, ras, budaya dan agama secara berdampingan.” Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Prof Bakdi Sumanto yang ditemui oleh kru Pendapa di kediamanya. “Jogja ini memiliki sesuatu yang menonjol yaitu kepluralannya. Dimana di Jogja ini tumbuh berbagai macam budaya, sehingga tidak terjadi dominasi-doninasi budaya. Hal yang terpenting adalah jauhkan pikiran The Other. Seperti yang terjadi di Jogja yang ada adalah kita semua sama, sesuai dengan kebudayaan jawa”
Secara geografis DIY mempunyai luas 318.581 ha dengan penduduk kuramg lebih 3 juta jiwa. Sampai saat ini Yogyakarta diakui sebagai kota pendidikan. Berbagai kampus dan sekolah tinggi tumbuh dengan nyaman di Yogyakarta, ribuan pelajar lokal, luar kota maupun Internasional berbondong-bondong datang ke Yogyakarta demi turut mengenyam studi di kota gudeg ini. Di Yogyakarta terdapat lebih100 buah lembaga pendidikan tinggi dan lembaga akademis, baik lembaga yang didirikan oleh negeri maupun swasta. Jumlah Perguruan Tinggi dan lembaga pendidikan tinggi lainnya sebanyak 127, itu pun belum termasuk lembaga keterampilan. Hal ini menganut korelasi berbanding lurus terhadap peningkatan jumlah mahasiswa di Yogyakarta baik yang berasal dari Yogyakarta sendiri maupun dari seluruh penjuru Indonesia.
Yogyakarta masih sangat kental dengan budaya Jawanya. Seni dan budaya merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta. Sejak masih kanak-kanak sampai dewasa, masyarakat Yogyakarta akan sangat sering menyaksikan dan bahkan, mengikuti berbagai acara kesenian dan budaya di kota ini. Bagi masyarakat Yogyakarta, di mana setiap tahapan kehidupan mempunyai arti tersendiri, tradisi adalah sebuah hal yang penting dan masih dilaksanakan sampai saat ini. Tradisi juga pasti tidak lepas dari kesenian yang disajikan dalam upacara-upacara tradisi tersebut. Kesenian yang dimiliki masyarakat Yogyakarta sangatlah beragam. Dan kesenian-kesenian yang beraneka ragam tersebut terangkai indah dalam sebuah upacara adat. Sehingga bagi masyarakat Yogyakarta, seni dan budaya benar-benar menjadi suatu bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Masih menurut pakar budaya Bakdi Soemanto, keserasian budaya yang ada di Jogja ini tidak terlepas pada figure kepemimpinan di mana figure kepemimpinan yogyakarta tidak terlepas dari sosok Sri Sultan. Menurutnya, ciri kepemimpinan Sultan yang patut dicontoh untuk pemimpin yang ingin memajukan Indonesia ialah Tahta untuk rakyat atau Manunggal Ing Kawula Gusti dan penerapan ponco-ponco Tamansiswa inggarso sungtulodo, ing madyo mangun karso dan tutwuri handayani oleh Sri Sultan. Lebih lanjut Bakdi menjelaskan, apa yang telah dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana X tidak terlepas dari didikan ayahandanya yang tak lain adalah Hamengku Buwana IX. “Jadi menurut saya didikan Hamengku Buwana IX berhasil, perlu diingat Sultan yang sekarang ini adalah sosok yang sangat demokratis sehingga wajar jika mampu mensinergiskan kemajemukam budaya,”. Terlepas dari semua itu, menurut Bakdi, Sri Sultan sejak kecil telah diajari untuk hidup mandiri, maka tidak heran jika Sultan disamping seorang Gubernur beliau juga seorang pedagang, bisnisman, politikus dan pemikir.
Akhir-akhir ini, environment Yogyakarta agak memanas. Isu demokrasi yang sebelumnya marak terjadi di wilayah lain Indonesia, kini mencuat di Yogyakarta. Salah satu pemicunya tak lain akibat penyataan Sri Sultan Hamengkubuwono X pada orasi budaya tanggal 7 april 2007 yang bertepatan dengan hari Ulang Tahun Sri Sultan yang ke-61. Sri Sultan Hamengku Buwono X bertutur bahwa Beliau tidak bersedia lagi menjadi Gubernur DIY untuk periode berikutnya. Banyak spekulasi yang timbul dari statement ini, baik dari kalangan budayawan, politikus dan masyarakat Yogyakarta sendiri. Sampai saat ini belum ada alasan yang jelas dari pihak Sultan sendiri mengenai ketidak bersediaanya untuk menjadi Gubernur lagi.
.Masyarakat Yogyakarta masih dalam kebimbangan dan masih menerka-nerka siapa pengganti Gubernur Yogyakarta berikutnya. Ketika ada statement Sri Sultan menolak untuk menjadi Gubernur DIY pada periode 2008 mendatang , UU keistimewaan Yogyakarta yang telah disusun jauh-jauh hari sebelum statement Sultan, kini mulai marak dibahas kembali. Walaupun demikian, hal itu belum dapat menjawab kebimbangan masyarakat selepas periode kepemerintahan sultan berakhir (jika terjadi,red).
Jauh dari pemasalahan-permasalahan itu, ada hal yang jauh lebih menarik untuk dipelajari. Dikatakan pula oleh Prof. Bakdi Soemanto, apa yang telah dilakukan oleh Sri Sultan saat ini bisa jadi merupakan message (sentilan red) untuk pemerintahan pusat. Dimana kesan pemerintahan sekarang ini lebih berorientasi pada bagaimana mencuri hati rakyat bukan merealisasikan filosofi tahta untuk rakyat seperti yang dilakukan oleh Sri Sultan. Menurut Bakdi pada dasarnya Tahta untuk rakyat yang dirumuskan oleh Hamengku Buwana IX yang ditirukan dan diteruskan oleh Sri Sultan. Terkait dengan filosofi Jawa ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasoraken yang sangat nJawani. Dimana Sultan tidak Show Up dan jauh dari kesombongan. Mengalahkan lawan dengan senyuman (kasih) yang sangat dijiwai oleh Sultan.
Sebuah opini nakal dilontarkan oleh kru Pendapa saat wawancara dengan Bakdi Soemanto. Jika raja bumi Mataram benar-benar mengemban tahta untuk rakyatnya hingga rela turun berperang hanya demi rakyat maka tidak mungkin bahwa yang dibutuhkan untuk NKRI ini adalah seorang raja bukan seorang Presiden. Menanggapi hal ini Bakdi menjawab hal ini dengan bijaksana “Permasalahannya seperti ini. Adakah kemungkinan Sultan untuk masuk dalam percaturan politik Indonesia? Apakah Sultan mempunyai kesempatan, di mana politik Indonesia ini marak dengan money politik? Wah, lha, Cilaka iki!” masih menurut Bakdi, Sultan adalah seorang yang sangat menahan diri “Sri Sultan itu orangnya restrain, tidak seperti Jusuf Kalla yang maju-maju, atau Sutiyoso nah apakah nanti tidak kalah strong” menurutnya sebagai orang jawa Sri Sultan semendeh pasrah pada Allah (semeleh), seandainya nanti ada jalan untuk memerintah Indonesia pastilah Sultan akan jadi Presiden.
Continue Reading...

IMPIAN GADIS MALAM

OLEH : EDI SUSILO

Rusuk tulang seakan dibuat beku oleh keheningan malam. Di sudut jalan, jam masih terpaku rapi di atas tugu penanda kota .Telah pukul 03.00 dini hari. Lampu-lampu temaram yang sedari sore sudah memancarkan redup cahaya ditepi jalan itu semakin menambah suasana hati Susan bertambah mengharu biru. “Tuhan haruskah aku akan terus seperti ini menjalani kehidupan yang hati nuraniku sendiri tak mampu untuk menerima. Yaa.. kupu-kupu malam, aku sudah bosan dengan semua ini, sungguh pelik kehidupan di kota jahanam ini.. sambil terus menahan isak yang tertahan dan menunda senyum yang seharusnya dapat terbersit Susan terus berjalan.. batinnya mengumpat akan bejatnya kehidupan.
Di tengah kegalauan ,tiba-tiba nisan biru berhenti disebelah Susan.
“Mbak mau kemana? Sudah malam kok jalan sendiri mari bareng” sapa sesosok laki-laki yang ada didalam nisan itu.
“Oh… “sembari senyum Susan terus berlalu dengan jerit hatinya.
Nisan biru itu terus mengikutinya. Setelah lama menyusur kepedihan akhirnya Susan tiba disebuah taman ditepi jalan. Susan berhenti. Sejenak ia membiarkan matanya yang sudah mulai terserang kantuk menyapa jalanan kota ini.
Tak seperti kebanyakan laki-laki yang biasa menghampiri Susan, pemuda yang berada di nisan biru tadi sungguh santun. Ia menyapa Susan lalu duduk di sebelahnya.
“ Endi, “ pemuda tadi mengenalkan diri kepada Susan.
Setelah saling bercakap, bersenda,dan akhirnya mereka berdua kelihatan seolah karib yang lama tak pernah bersua. Ini tentunya bukan hal yang aneh buat Susan sebab dalam setiap malamnya dia bisa akrap dengan sembarang mahluk yang namanya laki-laki. Tapi Endi serasa membuat jeratan hati susan yang sedari tadi dirundung kemelut seakan tersentak dan didalam sanubarinya. Ia menggumam. Pikirnya Endi lain dari kebanyakan kaum adam yang dia temui setiap malam. Akhirnya setelah beberapa kali mendengar kokok ayam yang menyambut mentari,Susan naik ke nisan biru itu.
“Dimana rumahmu? “ tanya Endi.
“Blok M,” jawab Susan.
Dan nisan itu melaju kearah blok M.
Dua minggu berlalu, hampir setiap subuh endi mengantar Susan pulang ke rumah. Lama tapi pasti perasaan itu melekat dalam sanubari Susan. Endi, endi dan endi. Banyak sudah cerita yang dirajut bersama. Susan akhirnya berhasil lepas dari jeratan dunia hitam yang selalu mengungkungnya atas bantuan endi. Susan bisa lepas dari kubangan itu. Kini kehidupan susan telah berubah 180 derajat dengan pekerjaanya yang baru sebagai pelayan toko. Ia seakan kembali menemukan kehidupanya yang pernah hilang 5 tahun yang lalu. Meskipun penghasilan susan tak lebih dari 500.000 setiap bulan, tapi senyum selalu membias dibibirnya.
Malam itu, didepan sebuah café ternama dibilangan blok M ketika susan tengah berjalan pulang dari tempat kerjanya kebetulan nggak ada ojek tau taksi yang melintas dia bertemu dua orang laki-laki dijalan itu.
“Masih ingat aku?”tanya salah seorang dari kedua laki-laki itu
“Oh.. “ sambil mengingat-ngingat orang yang didepanya susan mencoba kembali membuka semua memori yang sempat dia kubur.
“Alex?” tanya Susan terbata.
“San bisa nggak kamu temani aku malam ini?” pinta Alex.
“Eeee… maaf… aku nggak bisa” Susan mencoba menolak.
“Dah. jangan jual mahal berapa tarifmu sekarang?” Alex memaksa.
“Maaf lek aku benar-benar nggak bisa!” Susan ketakutan.
“Wah sudah jadi cewek alim sekarang!!” Ejek Alex.
Setengah memaksa Alek menarik tangan susan dan mencoba membawanya ke mobil nya. Dan di saat yang bersamaan itu pula nisan biru milik endi berhenti tepat didepan mereka bertiga.
“ Hentikan….!! lepaskan cewek itu!!!!” Endi terdengar berteriak
Alek yang sudah disusupi nafsu bejatnya tidak menggubris kata-kata endi
“Lepaskan!!!” Kembali endi membentak
“Ooo... siapa kamu ? Berani-berani melarang kami ucap teman alek yang juga sudah dirasuki iblis.
Tanpa basa basi tiba-tiba teman alek melayangkan sebuah tinjuan kearah Endi..
Perkelahian pun terjadi dengan tidak seimbang
Pada saat endi terdesak tiba-tiba Alex mengeluarkan sebilah pisau dari balik bajunya..
Satu detik kemudian pisau yang dipegang Alex telah mendekam di perut endi tanpa dia bisa mengindar. Darah memuncrat melumuri baju putih yang dikenakan endi.
“Endi…!!!” teriak susan histeris
“Lari.. !! teriak alek pada temanya..
“Tolong!!” susan mencoba meminta bantuan pada orang yang mungkin lewat disekitar daerah itu..
“Toloooong..!!” raung Susan kuat.
Sambil memangku dan mencoba menghentikan aliran darah yang terus mengucur dari tubuh endi, Susan terus berteriak..Beberapa saat kemudian beberapa masyarakat berdatangan ditempat itu. Endi bertahan.
“Endi bertahan… pertolongan sudah datang..” Susan menangis.
Susan memegang tubuh endi yang mulai lemas didalam ambulance.
“aku mencintaimu Susan, “ ucap Endi lirih lalu pelahan menutup mata untuk selamanya.
Langit gelap menggelayut, waktu seakan terhenti. Angin seakan enggan bertiup lagi dan petirpun menggelegar mengiringi kepergian endi. Dengan tubuh terkulai lemas susan memegangi tubuh endi yang berlumuran darah. Susan kelu menatap Endi terbaring beku di pangkuannya. Ia diam. Diam merelakan cinta yang terbawa bersama kematian Endi.
“ Adakah cinta dan kehidupanku yang tak berujung airmata? “ kalimat Susan terbaca di hatinya.

*Penulis adalah pemimpin umum majalah PENDAPA Tamansiswa
Continue Reading...
 

Blogroll

Site Info

Text

CERDAS POS Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template