08 Mei 2008

Pengajaran Kepandaian dalam Tamansiswa Guru dan Serimpi, Tani dan Wartawan

Oleh: Ki Hadjar Dewantara

Mulai dulu hingga sekarang Taman Siswa merupakan perguruan untuk memberi pengetahuan serta kecakapan dalam sifat-sifatnya yang umum ‘algeemen vormend’ guna menyokong perkembangan jiwa raga anak-anak, sesuai dengan bakatnya masing-masing. Agar kelak mereka dapat mencapai hidup dan penghidupan yang setinggi-tingginya dan yang bermanfaat yang sebesar-besarnya, bagi dirinya sendiri dan masyarakatnya. Pada dasarnya kita mengutamakan pendidikan dan pengajaran menurut dasar dan azas ”kulturil” belum sampai kita memasukan usaha pendidikan dan pengajaran “kepandaian “khusus, seperti yang biasa dilakukan oleh ‘Sekolah Vak’.
Bukannya kita mempunyai anggapan yang rendah (diskriminasi) terhadap pekerjan dan kepandaian khusus dalam hidup manusia sebagai yang lazimnya nampak dalam angan-angan, ‘intelektualistis’ yang hanya ingin, ‘tahu untuk tahu’ tidak ‘untuk di amalkan’. Sekali-kali tidak! Kita mementingkan ‘pengajaran umum’ itu berdasarkan dua pertimbangan. Pertama adalah sukar sekali bagi Taman Siswa untuk mendirikan sesuatu ‘vakschool’ yang memerukan biaya yang tidak sedikit itu. Kedua kalinya yang paling kita pentingkan ialah hapusnya sistem pendidikan dan pengajaran berasal dari dunia Barat dan dilakukan oleh kaum penjajah, yang dalam sifat-sifat dan dasarnya, bentuk-bentuk dan isinya serta caranya, melaksanakan semata-mata ‘colonial’ itu. Di sekolah-sekolah vak yang dulu sudah ada anak-anak kita di pelajari pelbagai kepandaian khusus ,yang bagaimanapun juga menguntungkan hidupnya. Akan tetapi sebelum memasuki sekolah-sekolah vak tersebut, mereka dapat didikan umum yang bertentangan dengan azas-azas nasional. Didikan yang salah itu menyebabkan anak-anak kita nantinya sebagai seorang ahli akan menemui banyak kesukaran dalam hidupnya, berhubung dengan tetap adanya “diskriminasi” terhadap hidup di dalam masyarakat. Selain itu bagi anak anak kita sukar sekali untuk masuk ke sekolah-sekolah vak yang lebih tinggi dari pada yang khusus di peruntukan bagi mereka tadi, dimana anak-anak kita dididik menjadi “tukang-tukang” belaka. Inilah akibat sistim pendidikan dan pengajaran yang kolonial, yang tetap mengandung diskriminasi terhadap bangsa kita, teristimewa pada bagian yang biasa di sebut ‘algeemen vormend onderwijs’. Sedangkan ini merupakan batu loncatan untuk memasuki sekolah sekolah vak yang amat rendah itu.
Bahwa Taman Siswa tidak mengabaikan pengajaran kepandaian, dapat di buktikan dengan berdirinya pelbagai bagian perguruan kita, yang bermaksud memberi persiapan pendidikan dan pengajaran vak. Diantaranya kita kenal Taman Masyarakat atau Kelas Masyarakat, Taman Kerti, Taman Tani dan Kursus kursus vak lain-lainnya. Dalam hal ini termasuk azas-azas yang tertentu, yang berhubungan dengan keselamatan dan kebahagian hidup dan penghidupannya.Yaitu Taman Siswa bermaksud mendorong anak-anak untuk bekerja (jangan seterusnya hanya’berfikir’saja), untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya, untuk menginsyafi akan kewajibanya mencari nafkah, agar nantinya dapat mencapai hidup merdeka, tidak menjadi tanggungan orang lain. Demikian selanjutnya.
Sebagai nasionalis sudah selayaknya pula kita berusaha agar negeri kita mempunyai sekolah-sekolah kepandaian yang menguntungkan rakyat dan negara. Mengingat keadaan negeri kita seharusnyalah kita mempunyai sekolah-sekolah tani, pelayaran, perdagangan, pertukangan, kesehatan, perobatan, kesenian, dan lain-lain yang di perlukan untuk tiap-tiap negara yang merdeka, mulai sekolah-sekolah yang terendah sampai yang tertinggi, agar kita tidak semata-mata tergantung pada negeri-negeri lain. Apabila kita Taman Siswa tidak sanggup atau tidak mampu untuk menyelenggarakan pendidikan vak tadi, hendaknya kita memberi bantuan secukupnya untuk pembangunan tersebut. Kita dapat menganjurkan kepada murid-murid kita untuk memasuki sekolah-sekolah vak itu, baik kepunyaan pemerintah maupun yang diusahakan badan badan partikelir. Dapat juga kita menyumbangkan tenaga atau harta benda untuk usaha-usaha yang di maksud, demi kepentingan anak-anak serta negara kita bersama. Demikian menurut pandangan saya hubungan yang ada antara Taman Siswa dengan soal pendidikan dan pengajaran kepandaian pada umumnya. Sekali lagi: Taman Siswa manganggap sebagai tugasnya yang pertama : mengganti sistem pendidikan dan pengajaran yang berjiwa dan beraga ‘kolonial’ itu dengan sistem baru yang ‘nasional’ dan ‘kulturil’. Untuk itulah lebih dahulu diperlukan pembangunan bagian ‘algemeen’ vormend onderwijsnya.
Sebenarnya sudah pada permulaan usahanya, Taman Siswa mendirikan bagian perguruan yang merupakan, ’vakschool’. Bukankah ‘Taman Guru’ kita itu suatu kepandaian khusus, yang di luar kalangan di sebut, ’kweekschool’ atau ‘Vakschool Voor Onderwijzers‘? Apabila sekolah ‘kepandaian’ tersebut kita dahulukan berdirinya maka tidak lain maksud kita ialah untuk dapat meluaskan tugas kita, yakni mendidik kader-kader dan pemimpin pemimpin yang akan ikut serta dalam perjuangan kita menuju ke arah pemberantasan ‘kolonial onderwijs’ untuk seluruh indonesia.
Jangan dilupakan adanya pelajaran tarian-tarian Jawa umumnya khususnya “Bedoyo”: dan “Serimpi”, di bawah pimpinan guru-guru dari “Krido Bekso Wiromo”, yang sejak tahun 1931 berdiri sebagai bagian tetap dengan nama “Taman Kesenian “, bahkan sudah memberikan ujian serta memberikan ijazah-ijazah Guru Serimpi juga dengan resmi.
Selain itu termasuk pula dalam idam-idaman kita mendirikan ,’vakschool’ untuk Pertanian, yang sudah pernah kita usahakan juga, mulai dengan cara ‘eksperimentil’ disana-sini, juga di jaman Jepang, sekalipun tak dapat langsung untuk seterusnya. Menggabungkan ‘Pawiyatan’ dengan ‘pertanian’ itu kita anggap patut sekali, karena rakyat kita adalah ‘rakyat tani’ dan menurut tradisi jaman dahulu hidupnya para ‘pendeta’ dengan ‘cantrik-cantrik’-nya itu senantiasa diliputi alam dan suasana pertanian. Dalam hubungan ini baik juga diinggat, bahwa pernah di kalangan Taman Siswa pernah di perbincangkan soal ‘Pensiun–Tanifonds’ dengan maksud untuk mewujudkan timbang-bhakti atau ‘pensiun’ berupa tanah pertanian buat anggota–anggota Taman Siswa, yang karena usianya tak lagi dapat melakukan pekerjaannya sebagai pamong. Berhubung dengan kesukaran-kesukaran yang bermacam-macam maka rencana ‘Taman Tani’ dan ‘Tani – Pensiunfonds’ tadi tidak dapat di laksanakan.
Ada lagi satu soal pengajaran vak, yang pernah kami majukan dalam lingkungan Taman Siswa, yaitu tentang kemungkinan mengadakan pengajaran jurnalistik sebagai ‘bagian differensiasi’ dalam Taman Madya atau Taman Guru kita. Dalam soal ini ada beberapa kepentingan yang patut kita insyafi dan kita pertimbangkan .
Pertama : seorang ‘wartawan’ adalah seorang ‘pendidik’; ia mendidik pembaca–pembacanya: ia mendidik masyarakatnya : ia mempengaruhi perkembangan kebudayaan. Bukannya di sini patut sekali dan perlu Taman Siswa masukan cita-citanya ke dalam dunia Pers ?!.
Kedua : banyak sudah anak anak kita memangku jabatan jurnalistik, karena sebagai putera Taman Siswa, mereka merasa patut dan senang, sanggup dan mampu untuk bekerja sebagai jurnalis.
Ketiga : alangkah baiknya bila kita (berhubung dengan hal pertama dan kedua itu) mengadakan pendidikan khusus bagi anak anak kita yang berbakat kewartawanan itu.
Keempat : tentang rencana pelajarannya sebetulnya hanya sedikit perbedaannya dengan isi di Taman Guru kita bagian ‘Budaya’, sehingga dengan mengganti pelajaran-pelajaran (yang khusus mengenai pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak) menjadi pelajaran yang mengenai hidup orang-orang dewasa dan masyarakat serta tekniknya jurnalistik sudah cukuplah kiranya .
Kelima : dengan memberi status ‘Taman Guru C’ kepada ‘Taman Wartawan’, yang berdekatan dengan bagian ‘Budaya’, dan bagian ‘C-Sosial’ itu, maka tentang biayanya kiranya tidak akan memberi kesukaran yang tak dapat di atasi.
Keenam : bagian pendidikan wartawan itu akan mendekatkan lagi hidup Taman Siswa dengan masyarakat kebangsaan kita, yang berarti menambah anggapan baik dari rakyat terhadap Taman Siswa sebagai Badan Perguruan Nasional. Kita telah membuktikan kesanggupan dan kemampuan untuk ikut memperjuangkan segala kepentingan Nusa dan Bangsa, disamping tugas kita yang khusus, yaitu mempertahankan keselamatan dan kebahagian anak-anak di dalam lingkungan kebudayaan kebangsaannya .
Cukup sekian pandangan saya tentang,’vak-opleiding’di dalam perguruan kita Taman Siswa pada umumnya dan khususnya tentang pendidikan wartawan, yang sebagai pendidik masyarakat dalam beberapa hal benar-benar bersamaan tugas dengan pamong- pamong Taman Siswa.
Tentang kedudukan Pers di dalam masyarakat, teristimewa tentang pengaruhnya yang amat besar terhadap perkembangan jiwa manusia dan hidup khalayak, di bawah ini saya sajikan sekedar penjelasan Pers, seperti yang pernah saya uraikan di dalam ceramah di muka pertemuan untuk memperingati di hari ulang tahun yang pertama dari pada ‘Lembaga Pers dan Pendapat Umum’, tanggal 10 oktober 1953 yang lalu di Yogyakarta.
Di seluruh dunia dan jaman apapun dapat kita saksikan sendiri, bahwa dalam hidup tumbuh dan perkembangannya, Pers itu selalu berdampingan dengan gerak-gerik dan kemajuan hidup rakyat di tiap negeri. Dinamik yang nampak di dalam hidup dan penghidupan manusia selalu di sebabkan karena adanya dinamik di dalam hidup kejiwaan nya. Seterusnya kesibukan hidup lahir tadi kembali mempengaruhi hidup batin dan menyebabkan kesibukan jiwa. Dinamik batin, yang kini merupakan ‘akibat ‘ daripada hidup lahir itu, keluar kembali untuk mempengaruhi lagi segala gerak-gerik hidup lahir. Begitulah seterusnya ‘sebab’ dan ‘akibat’ saling ganti mengganti dengan tiada akhirnya. Dan itulah yang menyebabkan tidak abadinya hidup dan penghidupan manusia di dunia ini. Dalam pada itu berganti-ganti bentuk-bentuk hidup dan penghidupan, karena terus berubah-ubahnya keadaan hidup bersama itu, pada umumnya menyebabkan adanya ‘kemajuan’, meskipun di sampingnya nampak ‘kemunduran’ atau ‘kebekuan’ pada beberapa bagian hidup dan penghidupan.
Sebelum manusia mendapatkan cara ‘menulis’ dan atau menggambar isi jiwanya, maka hanya dengan kata-kata saja ia dapat memancarkan angan-angannya kepada orang-orang yang berada didekatnya. Tidak mungkin orang banyak dapat ikut menerimanya. Selain itu bagi kebanyakan orang biasanya sukar untuk menerima dan memahami keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan tentang soal-soal yang ‘abstrak’, apabila tidak dapat “dilihat” dan hanya via “pendengaran” semata-mata. Sebaliknya sesudah ada cara menulis dan menggambar, pancaran isi jiwa tadi lebih gampang dapat diterima orang-orang lain ; juga ditempat-tempat yang jauh-jauh letaknya, karena siaran isi jiwa tadi lalu dapat dilihat, tidak hanya didengarkan saja. Orang dapat leluasa untuk memikir-mikirkannya dengan tenang, sedangkan dengan begitu tidak saja mereka yang mempunyai dasar ‘auditif’ (yakni mudah memasukkan kedalam jiwanya apa yang didengar), pun mereka yang ,’visueel’ (gampang mengerti apa yang dilihat) sekaligus dapat tertolong.
Dapat dimengerti bahwa setelah diketemukan cara mencetak buah fikiran dengan peralatan,’drukpres’, perkembangan hidup masyarakat berlangsung dengan amat cepatnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan apa yang tercatat dalam buku-buku sejarah hidup manusia di abad-abad yang terakhir. Lebih-lebih dapatlah kita saksikan kemajuan hidup dan penghidupan, sesudah drukpres tidak saja digunakan untuk mencetak kitab-kitab ilmu pengetahuan, namun pula untuk melayani hasrat manusia untuk menyiarkan serta menerima segala pemberitaan. Pemberitaan ‘Pres’ itu biasanya mengenai berbagai kepentingan masyarakat pada umumnya, khususnya kerapkali merupakan pembelaan hak-hak rakyat terhadap perlakuan-perlakuan yang melanggar rasa keadilan dan perikemanusiaan. Dengan begitu Pres menjadi pelindung masyarakat, dan oleh khalayak umum dianggap sebagai “Ratu Adil”. Apakah ini yang menyebabkan di negeri- negeri Barat Pres diberi sebutan “Ratu Dunia” ?!.
Seperti kita ketahui perkataan Pres semula dipakai sebagai nama pesawat cetak, kemudian digunakan untuk menamakan sistem pewartaan, baik penerbitan ‘kalawarti’ atau “majalah” maupun “harian”. Terbuktilah disini makin lama besarnya penghargaan masyarakat terhadap Pres, yang tidak saja dianggap sebagai “Penuntut keadilan” sebagai “Ratu Dunia”, namun dapat pula mendesak kedaulatan nama dan arti ,’drukpres’, yang menurut sejarah dianggap sebagai sumber kekuatan yang menyebabkan kemajuan hidup manusia. Orang memberikan nama yang mulia itu kepada sistim pewartaan yang kini disebut ‘Pres’. Dengan begitu seolah-olah orang menganggap sistim pewartaan tadi menjadi sumber kemajuan hidup manusia.
Penjelasan tentang kedudukan Pres di tengah-tengah masyarakat tadi menurut hemat kami perlu diketahui oleh segenap kaum Wartawan. Perlu para jurnalis menginsyafi, bahwa Pres itu dianggap sebagai pelindung rakyat, pembela keadilan, bahwa dapat julukan “Ratu Adil”. Menginsyafi hal-hal itu perlu, agar para wartawan dalam menunaikan kewajiban dapat memakainya sebagai tuntunan atau pedoman.
Dalam hubungan ini ada baiknya saya mengulangi apa yang pernah saya anjurkan di kalangan wartawan di jaman dahulu 40 tahun yang lalu, waktu itu saya masih berlomba-lomba dalam dunia jurnalistik. Anjuran saya ialah supaya kita tak usah meniru tradisi Eropa dengan ikut menggunakan sebutan ‘Ratu Dunia’ ; jangan pula kita menghidupkan sebutan ‘Ratu Adil’ untuk memperlambangkan kedudukan Pres. Perkataan ‘Ratu’ mengandung pengertian konservatif dan feodal dan sangat berjauhan dengan jiwa yang bebas dan demokratis. Lebih baik, demikianlah anjuran saya dulu, kita menggunakan perlambang yang lebih luhur dan indah. Yaitu hendaknya kita memakai julukan ‘Sinar Matahari’ kepada Pres. Sinar Matahari tidak saja menyebabkan terangnya suasana dan musnahnya kegelapan, namun didalam sinar matahari yang berspectrum lima warna pokok itu, terkandung berjenis-jenis daya kekuatan. Ada yang menyuburkan segala benih yang baik dan bermanfaat, ada pula yang mematikan berbagai,’microben’ yang membahayakan kesehatan hidup. Kita semua tahu apa yang disebut warna ‘ultra violet’. Semua itu berlaku dengan sendirinya, karena berupa ‘proses kodrati’.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogroll

Site Info

Text

CERDAS POS Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template