Suluh berganti mengalunkan berjuta kerinduan dipenghujung kegalauan, menapak meniti sejuta asa, berharap pada mukzijat yang turun dari langit, galau itu terus menyerangku. Diatas bilik bambu aku bergelayutan menahan angan, sempit dan tersayat, puing-puing hati ini mengalunkan kepedihan derita akan hidup, mengelana dalam perjalanan yang tak pernah usai, entah kapan ada jalan panjang yang terjuntai mencoba menawarkan rasa dihadapan para bidadari yang haus persetubuhan, aku terus menangis dalam bayangan kemarau yang tak tau kapan harus berakhir, bersama sejuta kesyahduan kucoba mencari celah ketenangan. Lamunan itu tersurut dalam gelapnya peta firasatku, pasti namun masih berkabut, dalam sayatan perih yang terus dibuai mimpi. Dalam keheningan malam bersama lantunan nafas tidurku engkau datang membawa kesejukan yang ku idamkan.
Dalam galau perasaan yang terus tercabik durga, hatiku berkabut kerinduan pada sayatan nurani hitam, laknat, Durga selalu berusaha memayungiku, memaksaku tunduk kepada nafsu. Durga berhasil menancapkan puing-puing isyarat kehancuran, dalam pekat ini belum kutemukan cahaya, kembali bidadari dalam mimpi mencoba memberikan penyejuk yang tak bertuan, memberikan seutas senyum yang entah kapan dapat terwujut, malam mengelanyut dan aku tersadar dari tidur.
Yogyakarta 30 April 2008
Edi Susilo
Pengguna:Azkha272
8 menit yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar