Bangunan tua itu nampak anggun, dengan dua pohon sawo kecil berdiri merindangi halamannya, disampingnya berdiri kokoh bangunan Joglo bernuansa Jawa Pendopo Agung Tamansiswa namanya. Dibelakang bangunan tua itu terdapat Taman Indria (sekolah TK), Taman Muda (sekolah SD), Taman Dewasa (sekolah SMP). Sekolah-sekolah yang didirikan Ki Hajar Dewantara puluhan tahun silam. Diseberang sebelah selatan bangunan joglo berdiri gedung dua lantai dengan papan nama bertuliskan Kantor Majelis Luhur Tamansiswa yang berdampingan dengan kampus Seni Rupa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.
Bangunan tempo doeloe yang terletak di Jl. Tamansiswa no. 25 itu, yang lebih kita kenal dengan Museum Dewantara Kirti Griya, kesehariannya tak pernah sepi dari tawa dan lalu-lalang para pelajar yang berada di sekitarnya di pagi hari dan anak- anak yang berlatih tari di soreharinya.
Bangunan seluas 300 m2, di atas tanah 2.720 m2 ini mulanya merupakan milik saudagar Belanda yang di bangun sekitar 1915 yang di beli oleh Ki. Hadjar Dewantara untuk tempat tinggalnya sampai sekitar tahun 1934 seharga 3.000 Gulden. Dirumah itulah Ki. Hadjar Dewantara memulai aktivitasnya dari menulis sampai menerima tamu kawan-kawan seperjuangannya.
Museum ini secara geografis letaknya sangat menguntungkan karena berada di jantung kota Jogyakarta. Di area sekitarnya terdapat museum Biologi UGM, museum Sasmitaloka Panglima Besar Jendral Soedirman serta museum Puro Pakualaman, dengan lokasi yang sangat berdekatan membawa suatu keuntungan tersendiri bagi para pengunjung. Dengan waktu yang singkat tidak memerlukan tenaga yang besar dapat mengunjungi empat museum sekaligus.
Museum Dewantara Kirti Griya ini di resmikan oleh Ketua Umum Persatuan Tamansiswa, Nyi Hadjar Dewantara pada tanggal 2 mei 1970, untuk mengenang hari di resmikan itu maka museum itu di tandai dengan suatu candra sangkala “MIYAT NGALUHUR TRUSING BUDI” (1902 Saka) museum tersebut bersifat memorial berisi benda-benda yang berhubungan dengan kehidupan Ki Hadjar. Koleksi-koleksi yang ada di dalam museum adalah benda-benda milik Ki Hadjar dan Nyi Hadjar dari baju, tempat tidur, barang pecah-belah, foto-foto Ki Hadjar semasa hidup, mesin ketik, kumpulan buku-buku, karangan Ki.Hajar dan buku sastra Jawa, kumpulan surat Ki.Hadjar, kilas balik video klip dari pidato Ki.Hadjar pada kongres Tamansiswa 1 sampai Ki Hadjar wafat dan masih banyak lagi.
Kondisi koleksi-koleksi tersebut masih baik walaupun ada sebagian yang sudah rusak tapi dengan perawatan yang sangat baik benda-benda tersebut tetap utuh.
Museum ini berusaha mengetengahkan koleksi yang menginformasikan peran Ki.Hadjar Dewantara dalam kancah perjuangan bangsa untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Pada waktu itu Ki. Hadjar muda yang bernama R.M Suwardi Surya Ningrat adalah seorang budayawan dan tokoh pendidikan bangsa Indonesia, kini kita kenal dengan Bapak Pendidikan Nasional dan hari lahirnya jadi Hari Pendidikan Nasional. Dengan kekuatan jiwanya Ki.Hadjar Dewantara menuangkan ide besarnya dalam bentuk tulisan-tulisan. Slogan-slogan dan produk seni luar biasa dalam bentuk tulisan yang di tujukan kepada kaum muda itu ternyata mampu membangkitkan semangat kebangsaan dan kemerdekaan bangsa Indonesia pada waktu itu.
Di museum ini pula awal lahirnya Badan musyawarah museum (BARAHMUS) Daerah Istimewa Yokyakarta, di awali dari pertemuan Kepala-kepala museum se-DIY bersama Kepala Bidang Musjarahkala profinsi. DIY pada bulan Agustus 1971.
Kemudian di tindak lanjuti pertemuan di museum TNI Angkatan Darat di Bintara Wetan pada bulan September 1971. Setelah di capainya kesepakatan AD/ART, maka secara resmi terbentuklah BARAHMUS DIY di pimpin Mayor Supandi (alm) sebagai Ketua pertama. Dan selanjutnya BARAHMUS DIY beralamat di jalan Tamansiswa 31 Yogyakarta di museum Dewantara Kirti Griya ini hingga sekarang. Museum Dewantara Kirti Griya di lengkapi dengan Perpustakaan museum.
Dengan bahasa yang khas, Ki.Hadjar Dewantara dengan tulisan-tulisannya mampu memberikan semangat perjuangan yang luar biasa,’’ kata mantan Ketua Dewan Kesenian Yogyakarta itu. Untuk menyimpan data-data penting di atas, menurut sekretaris Harian Dewan Angkatan 45’ Nyi Sutartinah (istri Ki.Hadjar Dewantara) lah yang paling berjasa dalam mengoleksi dan mendokumentasikan karya-karya besar Ki.Hadjar Dewantara. “Dengan kesadaran tinggi beliau berusaha mendokumentasikan karya-karya besar Ki.Hadjar Dewantara. Beliau dengan kesabaran dan ketelatenannya menyimpan lembar demi lembar tulisan Ki.Hadjar Dewantara yang tersebar di berbagai media, “kata ketua Badan Musyawarah museum cabang Yogyakarta.
Hingga kini, menurut petugas museum, surat dan tulisan Ki.Hadjar yang menjadi koleksi museum ini jumlahnya mencapai 879 pucuk surat. Pemerintah melalui bantuan dari arsip Nasional Republik Indonesia Jakarta, surat dan tulisan Ki. Hadjar itu telah di konversikan dengan teknologi mutakhir. Yaitu dengan dibuatkan nya microfilm yang di simpan di badan Arsip Nasional Jakarta. Sedang aslinya tetap menjadi koleksi museum Dewantara Kirti Griya.
Tidak lengkap kiranya ketika anda baik siswa maupun mahasiswa ataupun para pelancong yang datang ke Jogja apabila tidak mampir dan tidak singgah untuk mengetahui besarnya tinggalan Ki. Hadjar Dewantara dan Nyi. Hadjar untuk diwariskan pada anak bangsa ini. Selain beliau meninggalkan asram bagi rakyat Indonesia yang berupa Tamansiswa, perjuangan yang maha dahsyat dalam memperjuangkan pendidikan, hanya para negarawan dan yang mempunyai jiwa pengabdian saja yang bisa melakukannya. Peninggalan Ki. Hadjar yang ada merupakan harta warisan yang harusnya dijaga dan dilestarikan sehingga impian akan kejayaan Tamansiswa dan Pendidikan Indonesia itu segera terwujud. Museum Dewantara Kirti Gria merupakan warisan guru bangsa.
0 komentar:
Posting Komentar