17 September 2008

MASIH INGIN KURASAKAN

“Untuk pemulung di Kali Mambu”
Kebimbangan bertumpu pada apa yang disebut isyarat mati, mencoba mengurai pedih perjalanan, memapah bersama orang-orang yang telah ternodai, dosa dan kearifan, satu yang menyesakkan, bertahun mencari mata air, selama kaki melangkah, madu belum juga kurasa, inilah pekik dunia, bersama hingar-bingar kebijakan yang tak tentu arah, mencoba mencuri kail, untuk sekedar bertahan hidup. Dipinggiran kali mambu meretas keniscayaan, mencoba mengubah takbir malam. Siang hilang malam berganti. Dengan lusuh mencakar setiap sudut kota. Menjamah apa yang bisa dijamah. Mengais apa yang bisa dikais, memakan apa yang bisa dimakan. Ditepian kali mambu akupun memuja. Masih adilkah dunia bila anak ku tak sekolah.
Kalimambu, 24 April 2008
Edi Susilo
Continue Reading...

TABIAT

Malam memasung, Baru kusadari hidup yang sebenarnya, Terlepas dari kebersamaan Kemunafikan saat susah, Keculasan saat tiada. Pergi saat nista, Benarlah kata si Mbok Suka, bertandang, lumrah. Senang dikerubuti, wajar. Susah, sampai mati kamu sendiri. Itu tabiat Jangan heran. Jangan pula sesal. Hidup Tak jauh beda dengan kebohongan. Masih ingatkah kau? Tua gila itu dicemooh di pinggir trotoar, Artis itu dipuja banyak mata. Saat harus menangis rajam menyayat. Belaian itu sirna. Belaian itu tak ada lagi Semua pergi. Asu..umpatan itu keluar tanpa dosa, Bajingan… begitu lantang ringan terucap, Terkutuk semuanya. Maafkan aku jika harus seperti ini. Tapi seharusnya memang seperti itu

Edi Susilo
Continue Reading...

BAWA SALJU ITU

Asmara berkuncup memang indah
Menelan setiap ludah yang tergiur gundah
Kemolekan terserabut ngeri
Bisik hati berpaut birahi
Perlahan kau datang menghampiriku
Menawarkan secangkir madu
Didalam untaian senyum yang terus memaksaku
Untuk segera tunduk pada libidoku
Aku memang mencintaimu
Ungkap ku dalam hati
Tatkala iblis berbisik padaku
Semburat wajah itu terus menghakimiku
Dalam pintamu, engkau mendasau nafas mu
Uhhh….. lirih
Aku bingung
Haruskah malaikat mencoba menasehatiku
Cinta bukan alasan
Cinta bukan menghalalkan
Cinta bukan keabsahan
Balutkan kembali mahkota itu
Bawa slalu salju
Biarkan aku terbang dengan khayalanku.

Yogyakarta, 2008
Edi Susilo
Continue Reading...

MELODY BIDADARI MALAM

Suluh berganti mengalunkan berjuta kerinduan dipenghujung kegalauan, menapak meniti sejuta asa, berharap pada mukzijat yang turun dari langit, galau itu terus menyerangku. Diatas bilik bambu aku bergelayutan menahan angan, sempit dan tersayat, puing-puing hati ini mengalunkan kepedihan derita akan hidup, mengelana dalam perjalanan yang tak pernah usai, entah kapan ada jalan panjang yang terjuntai mencoba menawarkan rasa dihadapan para bidadari yang haus persetubuhan, aku terus menangis dalam bayangan kemarau yang tak tau kapan harus berakhir, bersama sejuta kesyahduan kucoba mencari celah ketenangan. Lamunan itu tersurut dalam gelapnya peta firasatku, pasti namun masih berkabut, dalam sayatan perih yang terus dibuai mimpi. Dalam keheningan malam bersama lantunan nafas tidurku engkau datang membawa kesejukan yang ku idamkan.
Dalam galau perasaan yang terus tercabik durga, hatiku berkabut kerinduan pada sayatan nurani hitam, laknat, Durga selalu berusaha memayungiku, memaksaku tunduk kepada nafsu. Durga berhasil menancapkan puing-puing isyarat kehancuran, dalam pekat ini belum kutemukan cahaya, kembali bidadari dalam mimpi mencoba memberikan penyejuk yang tak bertuan, memberikan seutas senyum yang entah kapan dapat terwujut, malam mengelanyut dan aku tersadar dari tidur.
Yogyakarta 30 April 2008
Edi Susilo
Continue Reading...
 

Blogroll

Site Info

Text

CERDAS POS Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template