15 Mei 2008

BBM Tidak Boleh Naik..!!!

[ Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi ]

Kebijakan Pemerintah SBY-JK untuk Menaikkan lagi BBM bukanlah solusi, melainkan langkah untuk kabur dari tanggung jawabnya dan lari dari persoalan krisis minyak yang sebenarnya.?

Evisiensi: Meroketnya harga Minyak Dunia 122 USD/barel, pun Istana dan Kabinetnya seolah di buat panic karena harga itu jauh melampaui asumsi APBN yang mematok harga minyak dunia sebesar 95 USD. Dramatisasi ini dibantu oleh media yang masif mewartakan “TAK ADA JALAN LAIN” untuk meminimalisir defisit anggaran negara (APBN), kecuali subsidi energi nasional dicabut.

Kekayaan Bangsa : Negara ini begitu mempesona dengan limpahan mineral dari perut bumi pertiwi. Indonesia

adalah penghasil 25% timah, 2,2% batubara, 7,2% emas, dan 5,7% nikel dunia. Produksi gas, indonesia (97.8 juta kubik), masuk dalam daftar ke 9 penghasil gas alam di dunia, dan merupakan urutan pertama di kawasan Asia Pasifik. Demikian pula produksi minyak bumi mencapai 1.1 juta barel/hari, dan produksi batubara melebihi produksi Australia. Kekayaan ini pula yang membuat negara-negara industri maju seperti: Jepang, Korea Selatan, AS, Inggris, Australia, Cina, Belanda, Prancis, dan India ’ngiler’ melihatnya. Saking kayanya sampai kita sering dijuluki sebagai ’zamrudnya khatulistiwa’.

Keuntungan: Siapa yang diuntungkan?, Paling banyak mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia bukan negara eksportir minyak tetapi perusahaan-perusahaan pemilik ladang eksplorasi dan industri pengilangan minyak seperti Chevron, ExxonMobil, ConocoPhilips, Sheel, Texaco, BP, UNOCAL, dan Petromas, Petrocina, Serta para broker (spekulan). Di inodnesia Contohnya, keuntungan Exxon Mobile sebesar 8 milyar dolar AS tahun ini. ConocoPhillips sebesar 3,3 milyar dolar AS, keuntungan Anglo Dutch Shell setara 6,09 milyar dolar AS dan keuntungan BP (British Petroleum) sebesar 5,82 milyar dolar AS, dll. Sekalipun sebagai negara eksportir keuntungan itu bukanlah miliknya, malah posisi Indonesia bergeser menjadi negara Net-Impor minyak.


Akar Persoalan: Selain diakibatkan tidak bermartabatnya kaum negarawan, besarnya panen keuntungan dari tambang disaat kenaikan minyak dunia, indonesia hanya memetik kemiskinan dan pengangguran, ini dikarenakan:

  1. Sebagian besar tambang nasional telah cukup lama dimiliki oleh MNC. Sebanyak 85,4% dari 137 konsesi pengelolaan lapangan migas dimiliki oleh MNC. Perusahaan nasional hanya punya porsi 14,6 %. Ironisnya keuntungan pemerintah yang didapatkan lewat PSC tidak pernah menebus angka 3% dari PDB atau setara 50 trilyun.

  2. 90% total produksi dikuasai oleh 6 MNC, yakni; Total (market share-nya ditahun 2004,30%), Exxon- Mobil (17%), Vico (BP-Eni joint venture, 11%), ConocoPhillips (11%), BP (6%), and Chevron (4%). Ironisnya keuntungan pemerintah yang didapatkan lewat PSC tidak pernah menebus angka 3% dari PDB atau setara 50 trilyun. Sedangkan pertamina hanya menguasai 4,4%.

  3. Orientasi ekspor menyebabkan hampir semua total produksi gas dijual kepada Jepang, Filipina, Thailand, Korea selatan, dan Malaysia.

  4. Dikebirinya peran pertamina oleh pemerintah disektor hilir, sehingga korporasi asing mendapatkan keuntungan berlimpah, baik di lapangan eksplorasi mapun pendistribusiannya.

Saat MNC asing mendulang untung dari kenaikan minyak dunia, PT Pertamina dithn 2007 hanya memperoleh laba bersih sebesar Rp17,8 triliun atau turun 27,3% dari thn lalu. Jadi, merupakan sebuah ironi, korporasi asing yang bereksplorasi di wilayah yang sama, memperoleh keuntungan maksimum, sedangkan Pertamina mengalami penurunan laba.

Bohong: Benar-benar prestasi bagi pemerintahan SBY-Kalla: memperingati seabad kebangkitan nasional SBY dengan menaikkan harga BBM!! Karena memang tujuan sejati dari pencabutan subsidi BBM adalah:

  1. Mempercepat liberalisasi hilir migas (yang telah dicanangkan dengan UU Migas No. 22 tahun 2001) yang menguntungkan perusahaan-perusahaan multinasional semacam Shell, Petronas, juga lainnya.

  2. Mempercepat kehancuran industri nasional, agar negara semakin berkurang daya tawarnya terhadap investasi asing (sesuai keinginan UU PM No. 25 tahun 2007) . Ini sejalan dengan gencarnya kebijakan privatisasi (baca: penggadaian) perusahaan negara.

Solusi jangka pendek berupa penghematan energi benar-benar kontra-produktif. Penghematan energi dengan mematikan lampu jalan ataupun peralatan-peralatan pemakai energi pada malam hari pada dasarnya BOHONG.

Jalan Baru Menyelamatkan Kekayaan Bangsa

Nasionalisasi Industri Pertambangan Asing

Jalan Keluar: Dikuasainya sector strategis menjadi penyebab utama hilangnya kemampuan Negara dalam melindungi dan memajukan tenaga produktif nasional.selain itu, Nasionalisasi harus ditempatkan sebagai bagian dari perjuangan menegakkan martabat dan kedaulatan bangsa, dimana bangsa indonesia memiliki posisi setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia, termasuk korporasi asing. Seperti yang pernah dupayakan pemerintahan Soekarno dengan mengeluarkan kebijakan UU No. 86/1958 tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, Kebijakan pencabutan subsidi BBM Harus di tolak dengan tegas karena hanya menguntungkan kepentingan asing. Menyerukan:

  1. Menasionalisasi perusahaan pertambangan asing untuk Kesejahteraan Rakyat.

  2. Minimal meninjau-ulang kontrak karya dengan seluruh KKKS karena telah merugikan pihak Indonesia.

  3. Cabut semua paket UU (regulasi) yang mensyahkan korporasi asing menjarah kekayaan alam. seperti UU Migas Nomor 22/2001, UU PMA 25/2007. Dll.

  4. Hapus utang luar negeri. Pertama, Subsudi BBM untuk 2008 adalah 46,7 trilyun rupiah, dapat ditutupi dengan pos pembayaran ULN mencapai Rp 91,365 triliun ditahun ini. Kedua, sumber yang telah menekan APBN.

Nasionalisasi akan menjadi sarana untuk melepaskan campur-tangan imperialisme pada sektor-sektor ekonomi yang vital dan menguasai hajat hidup orang banyak. Merupakan solusi pembiayaan untuk menjalankan program-program sosial seperti pendidikan gratis, kesehatan gratis, sembako murah, pembangunan infrastruktur, dan industrialisasi. Dan memastikan penguasaan penuh terhadap sumber energi untuk memasok kebutuhan industri nasional dan kebutuhan rumah tangga. Ini sebagai program perjuangan pembebasan nasional, nasionalisasi memutlakkan penguasaan dan kontrol terhadap sumber daya alam oleh negara guna dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat. Cukup Sudah Jadi bangsa Kuli Bangit Jadi Bangsa Mandiri.

Continue Reading...

BBM Tidak Boleh Naik..!!!

[ Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi ]

Kebijakan Pemerintah SBY-JK untuk Menaikkan lagi BBM bukanlah solusi, melainkan langkah untuk kabur dari tanggung jawabnya dan lari dari persoalan krisis minyak yang sebenarnya.?

Evisiensi: Meroketnya harga Minyak Dunia 122 USD/barel, pun Istana dan Kabinetnya seolah di buat panic karena harga itu jauh melampaui asumsi APBN yang mematok harga minyak dunia sebesar 95 USD. Dramatisasi ini dibantu oleh media yang masif mewartakan “TAK ADA JALAN LAIN” untuk meminimalisir defisit anggaran negara (APBN), kecuali subsidi energi nasional dicabut.

Kekayaan Bangsa : Negara ini begitu mempesona dengan limpahan mineral dari perut bumi pertiwi. Indonesia

adalah penghasil 25% timah, 2,2% batubara, 7,2% emas, dan 5,7% nikel dunia. Produksi gas, indonesia (97.8 juta kubik), masuk dalam daftar ke 9 penghasil gas alam di dunia, dan merupakan urutan pertama di kawasan Asia Pasifik. Demikian pula produksi minyak bumi mencapai 1.1 juta barel/hari, dan produksi batubara melebihi produksi Australia. Kekayaan ini pula yang membuat negara-negara industri maju seperti: Jepang, Korea Selatan, AS, Inggris, Australia, Cina, Belanda, Prancis, dan India ’ngiler’ melihatnya. Saking kayanya sampai kita sering dijuluki sebagai ’zamrudnya khatulistiwa’.

Keuntungan: Siapa yang diuntungkan?, Paling banyak mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia bukan negara eksportir minyak tetapi perusahaan-perusahaan pemilik ladang eksplorasi dan industri pengilangan minyak seperti Chevron, ExxonMobil, ConocoPhilips, Sheel, Texaco, BP, UNOCAL, dan Petromas, Petrocina, Serta para broker (spekulan). Di inodnesia Contohnya, keuntungan Exxon Mobile sebesar 8 milyar dolar AS tahun ini. ConocoPhillips sebesar 3,3 milyar dolar AS, keuntungan Anglo Dutch Shell setara 6,09 milyar dolar AS dan keuntungan BP (British Petroleum) sebesar 5,82 milyar dolar AS, dll. Sekalipun sebagai negara eksportir keuntungan itu bukanlah miliknya, malah posisi Indonesia bergeser menjadi negara Net-Impor minyak.


Akar Persoalan: Selain diakibatkan tidak bermartabatnya kaum negarawan, besarnya panen keuntungan dari tambang disaat kenaikan minyak dunia, indonesia hanya memetik kemiskinan dan pengangguran, ini dikarenakan:

  1. Sebagian besar tambang nasional telah cukup lama dimiliki oleh MNC. Sebanyak 85,4% dari 137 konsesi pengelolaan lapangan migas dimiliki oleh MNC. Perusahaan nasional hanya punya porsi 14,6 %. Ironisnya keuntungan pemerintah yang didapatkan lewat PSC tidak pernah menebus angka 3% dari PDB atau setara 50 trilyun.

  2. 90% total produksi dikuasai oleh 6 MNC, yakni; Total (market share-nya ditahun 2004,30%), Exxon- Mobil (17%), Vico (BP-Eni joint venture, 11%), ConocoPhillips (11%), BP (6%), and Chevron (4%). Ironisnya keuntungan pemerintah yang didapatkan lewat PSC tidak pernah menebus angka 3% dari PDB atau setara 50 trilyun. Sedangkan pertamina hanya menguasai 4,4%.

  3. Orientasi ekspor menyebabkan hampir semua total produksi gas dijual kepada Jepang, Filipina, Thailand, Korea selatan, dan Malaysia.

  4. Dikebirinya peran pertamina oleh pemerintah disektor hilir, sehingga korporasi asing mendapatkan keuntungan berlimpah, baik di lapangan eksplorasi mapun pendistribusiannya.

Saat MNC asing mendulang untung dari kenaikan minyak dunia, PT Pertamina dithn 2007 hanya memperoleh laba bersih sebesar Rp17,8 triliun atau turun 27,3% dari thn lalu. Jadi, merupakan sebuah ironi, korporasi asing yang bereksplorasi di wilayah yang sama, memperoleh keuntungan maksimum, sedangkan Pertamina mengalami penurunan laba.

Bohong: Benar-benar prestasi bagi pemerintahan SBY-Kalla: memperingati seabad kebangkitan nasional SBY dengan menaikkan harga BBM!! Karena memang tujuan sejati dari pencabutan subsidi BBM adalah:

  1. Mempercepat liberalisasi hilir migas (yang telah dicanangkan dengan UU Migas No. 22 tahun 2001) yang menguntungkan perusahaan-perusahaan multinasional semacam Shell, Petronas, juga lainnya.

  2. Mempercepat kehancuran industri nasional, agar negara semakin berkurang daya tawarnya terhadap investasi asing (sesuai keinginan UU PM No. 25 tahun 2007) . Ini sejalan dengan gencarnya kebijakan privatisasi (baca: penggadaian) perusahaan negara.

Solusi jangka pendek berupa penghematan energi benar-benar kontra-produktif. Penghematan energi dengan mematikan lampu jalan ataupun peralatan-peralatan pemakai energi pada malam hari pada dasarnya BOHONG.

Jalan Baru Menyelamatkan Kekayaan Bangsa

Nasionalisasi Industri Pertambangan Asing

Jalan Keluar: Dikuasainya sector strategis menjadi penyebab utama hilangnya kemampuan Negara dalam melindungi dan memajukan tenaga produktif nasional.selain itu, Nasionalisasi harus ditempatkan sebagai bagian dari perjuangan menegakkan martabat dan kedaulatan bangsa, dimana bangsa indonesia memiliki posisi setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia, termasuk korporasi asing. Seperti yang pernah dupayakan pemerintahan Soekarno dengan mengeluarkan kebijakan UU No. 86/1958 tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, Kebijakan pencabutan subsidi BBM Harus di tolak dengan tegas karena hanya menguntungkan kepentingan asing. Menyerukan:

  1. Menasionalisasi perusahaan pertambangan asing untuk Kesejahteraan Rakyat.

  2. Minimal meninjau-ulang kontrak karya dengan seluruh KKKS karena telah merugikan pihak Indonesia.

  3. Cabut semua paket UU (regulasi) yang mensyahkan korporasi asing menjarah kekayaan alam. seperti UU Migas Nomor 22/2001, UU PMA 25/2007. Dll.

  4. Hapus utang luar negeri. Pertama, Subsudi BBM untuk 2008 adalah 46,7 trilyun rupiah, dapat ditutupi dengan pos pembayaran ULN mencapai Rp 91,365 triliun ditahun ini. Kedua, sumber yang telah menekan APBN.

Nasionalisasi akan menjadi sarana untuk melepaskan campur-tangan imperialisme pada sektor-sektor ekonomi yang vital dan menguasai hajat hidup orang banyak. Merupakan solusi pembiayaan untuk menjalankan program-program sosial seperti pendidikan gratis, kesehatan gratis, sembako murah, pembangunan infrastruktur, dan industrialisasi. Dan memastikan penguasaan penuh terhadap sumber energi untuk memasok kebutuhan industri nasional dan kebutuhan rumah tangga. Ini sebagai program perjuangan pembebasan nasional, nasionalisasi memutlakkan penguasaan dan kontrol terhadap sumber daya alam oleh negara guna dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat. Cukup Sudah Jadi bangsa Kuli Bangit Jadi Bangsa Mandiri.

Continue Reading...

11 Mei 2008

GENERASI KAPITALIS BARU

EDI SUSILO

Sambil meniup air sabun dengan alat tiup mainan anak, wanita paruh baya yang telah memasuki usia monopouse itu terus menjajakan dagangannya, di kebun binatang inilah sekarang satu-satunya tempat baginya untuk mencari penghidupan, dengan berjuta harap tertumpu di pundaknya, anak-anak harus makan cukup hari ini, bergulat lebih keras untuk menyambung hidup keluarga, itulah kenyataan yang tak bisa ditepis dalam kehidupanya, lapak telah dilindas dan digempur paksa demi tata kota yang lebih baik, ditengah menjajakan mainan sabun Sesekali dia terlihat menyeka keringat yang bercucuran, dengan tanpa putus asa, Mbak Suminah nama wanita paruh baya tersebut, terus menjajakan dagangannya.
Oalah mas-mas ngenes banget saikiki urepku ki, saiki penghasilanku kie wes ora keno kangge mangan warek, lapak ku di gosor padahal neng kono aku urep, aku turu sekalian manak (betapa mengenaskan sekali hidupku sekarang, pendapatan saya sekarang sudah tidak cukup lagi buat makan, warung saya digusur padahal disana tempat penghidupanku, tempat tidur dan melahirkan anak) demikian di ungkapkan Suminah, Suminah adalah salah satu korban penggusuran pedagang kaki lima di Surabaya, akibat kebijakan pemerintah kota yang akan menertipkan semua PKL sampai akhir Juli 2008 ini. Program penertiban yang tidak di imbangbangi dengan rencana pemindahan yang matang menjadikan nasib para PKL sekarang tidak menentu.
Surabaya sebagai salah satu kota besar di Indonesia ternyata saat ini benar-benar telah menjadi icon kapitalis baru di Indonesia, saat ini di Surabaya dari 7 mol yang berhak untuk berdiri sudah ada lebih dari 19 pusat perbelanjaan. Ini adalah jumlah yang sangat fantastis untuk ukuran Surabaya. kebijakan yang dinilai banyak pihak sangat merugikan rakyat kecil, harus segera mendapat perhatian serius.
Pemerintah Surabaya harus mengkaji ulang kebijakanya dalam izin mendirikan pusat perbelanjaan, jangan asal ada uang mall boleh berdiri. sekarang berapa banyak PKL yang harus rela untuk kembali keleleran dijalanan karna tidak mendapat ganti rugi ataupun tempat yang layak, lapak-lapak kecil juga pasar tradisional tinggal menghitung mundur kapan akan mati. Kenyataan ini harus segera mendapatkan pembenahan.
Cukup sudah pendaritaan rakyat memenuhi halaman media di negeri ini, jangan hanya pandai berjanji saat kampanye, rakyat butuh uluran, hentikan pendirian pusat perbelanjaan, haruskah Surabaya menjadi ajang pameran mall? Haruskah surabanya menjadi simbol kapitalis).
Continue Reading...

BANGKIT 2008; Berkaca dari Bencana

*Edi Susilo

Hantaman suara gemuruh ombak yang maha dahsyat di ujung sumatra, disambut sorak-sorai tangisan bocah di Yogyakarta, “sorak sorai” itu semakin menyayat dengan dihiasi indahnya air mancur lumpur Sidoarjo yang memaksa setiap renta berbondong-bondong harus angkat kaki dari sana. Lumpar panas itupun tidak sendiri berjuta kubik air di ibu kota negara mengimbangi panasnya lumpur itu. Belum lagi semuanya menyelesaikan cerita, Adam Air ikut-ikutan menghilang, Levina dan Senopati pun turut bersimpati dan demi menjaga solidaritasnya Garuda turut mengamini. Dan pagi ini juga masih kita dengar tanah di Karanganyar, Jawa Tengah karena kesetiakawananya bersama-sama longsor menimbulkan kengerian dan rentetan kisah duka, akibat bencana di negari ini.
Bencana yang bertubi-tubi telah meninggalkan secuil cerita di negeri ini dan segera saja mendatangkan simpati, berbagai bantuan kemanusiaan membanjiri. Berita headline di berbagai media Indonesia juga mancanegara, terisi liputan mendalam soal bencana. Komitmen negara-negara donor baik melalui pemerintah maupun organisasi nonpemerintah (NGO) untuk menyumbangkan dana. Namun sebenarnya Selain bencana fisik yang terjadi yang menyisakan bolong besar yang harus ditambal dengan susah payah, yang jauh lebih berbahaya justru adalah dimensi budaya yang terancam akibat derasnya globalisme yang hadir bersama isu pemberian bantuan kemanusiaan. Kita bisa melihat sedikit kenyataan sungguh miris memang kalau dibandingkan dengan kondisi keseharian para pengungsi. Sulit untuk tidak mengatakan kehadiran para pemberi bantuan dan NGO seperti di Aceh dan di Yogyakarta itu sekadar bentuk eksibisionisme di tengah labirin penderitaan rakyat korban tsunami juga gempa bumi yang seakan tak bertepi. Di berbagai sudut tempat pengungsian atau wilayah yang porak-poranda diterjang tsunami, gempa bumi yang lebih awal dan banyak didirikan adalah spanduk atau bilboard berukuran besar yang berisi janji-janji dan slogan dari ratusan NGO asing dan lokal yang saat itu hadir.
Tanpa upaya evaluasi dan perbaikan mendasar untuk mengembalikan hakikat rekonstruksi dan rehabilitasi semata bagi kepentingan rakyat, entah sampai kapan sebagian dari para korban bencana masih harus bertahan di dalam pengap dan lembabnya tenda-tenda darurat. Kita bisa melihat ini di sebagian kecil aceh dan di Sidoarjo, dan bahkan hari ini di Karanganyar Jawa Tengah. Sementara, pameran kemewahan dan gaya hidup hedonistik perlahan menyeruak di bagian lain di Bumi Nusantara ini
Pada era ketika individualisme meraih pencapaian tertinggi di puncak kejayaan materialisme seperti sekarang, spirit pengorbanan lebih bermakna ziarah kepada egosentrisme. Kini hal-hal yang menyangkut pengorbanan telah banyak yang hilang digantikan dengan spirit mengabdi kepada motif mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya. Semua dilakukan dengan pamrih yang kian lama kian menjauhkan individu dari ikatan-ikatan sosial. Menilik itu semua perlu dicari sebuah desain, strategi untuk bangkit dari bencana, yang disertai dengan strategi solusi yang meliputi pengorganisasian dan teknologi yang dibutuhkan. Setelah itu solusi tersebut baru diimplementasikan dalam sebuah manajemen. Karena itu, spirit yang terlahir menjadi sangat relevan hingga hari ini. Dalam konteks Indonesia, semangat ini bahkan telah menjadi sebuah urgensi. Banyak persoalan bangsa muncul akibat lemahnya spirit untuk berkorban bagi orang lain, spirit untuk berkorban bagi sesama.Yang jauh lebih menonjol dalam kehidupan sehari-hari sekarang adalah semangat untuk menang sendiri, kaya sendiri, berkuasa sendiri, dan benar sendiri. Spirit seperti ini sudah barang pasti tak menghiraukan penderitaan sesama.Korupsi, kolusi, dan konspirasi adalah fenomena yang terlahir dari dominasi tata nilai seperti itu. Dan menjadi sebuah kelaziman bila sebagai dampaknya lahirlah penyakit-penyakit sosial. Seperti kemiskinan, kebodohan, kejahatan, keterbelakangan, dan ketertindasan. karena bangsa ini masih berkubang dalam krisis setelah terpuruk Tepat pula karena di seluruh penjuru negeri kian banyak saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang membutuhkan uluran tangan akibat kehidupan yang serba kekurangan.Korban tsunami di Aceh dan Sumatra Utara masih banyak yang didera nestapa. Juga korban gempa di Yogyakarta dan Jawa Tengah, korban banjir di Sumatra, dan korban lumpur panas di Sidoarjo. Ditambah hari ini korban longsor di Karanganyar, Semua kenestapaan itu menunggu pengamalan atas spirit yang membebaskan.
Sejak bergulirnya reformasi, sifat-sifat tolong-menolong di masyarakat kita telah mengalami kelunturan. Gotong-royong yang telah menjadi falsafah hidup nenek moyang kita bagai hilang tergerus zaman. Segala sesuatunya selalu diukur dengan materi dan uang. Di antara kita mungkin pernah menemui dalam kehidupan keseharian, bahkan untuk menshalatkan jenazah saja keluarga yang sedang berduka harus menyiapkan amplop. Materi telah menggoyahkan keimanan. Semoga saja hal ini tak terjadi pada diri kita. Sikap ramah sebagai bagian dari dimensi sosial itu juga terbawa arus reformasi. Entah kenapa masyarakat kita menjadi mudah tersulut emosi dan cepat marah. Tak jarang kita melihat aksi-aksi anarki yang mengiringi unjuk rasa berupa pembakaran fasilitas umum maupun properti milik individu.Kejadian-kejadian seperti ini tak cuma kita temui dalam kasus-kasus politik dan pilkada saja, tapi juga dalam kasus-kasus perbedaan keyakinan marilah semoga saja dengan teguran bencana ini dapat menyentak mata hati kita semua untuk menjaga sifat ramah dalam kehidupan sehari-hari
Bencana ini bukan disebabkan oleh tingginya curah hujan. bukan karena alam sudah tak ramah atau pula besi yang sudah berkarat Bencana ini terjadi karena kesalahan kita sendiri dalam mengelola semuanya, terlebih alam ini. Ketidakmampuan kita untuk menata pengelolaan hutan secara baik, kealpaan kita dalam pengeboran, semuanya membuat kita harus membayar kesalahan itu dengan sangat mahal. Kesalahan seperti ini bukan hanya monopoli kita. Di banyak negara pun, ambisi untuk membangun negeri membuat banyak sumber daya alam harus dikorbankan. Kita lupa bahwa kemajuan bukan hanya diukur dari banyaknya bangunan beton yang bisa kita dirikan. Kemajuan juga adalah kalau kita bisa hidup tenang, damai, dan tidak lagi ada ancaman. Karena itulah kita mengkritik pendekatan lembaga internasional dalam mengukur keberhasilan sebuah negara. Indikator pendapatan di bawah 2 dollar AS sebagai negara yang tertinggal membuat semuanya berlomba sekadar membangun ekonomi, lupa untuk juga membangun kehidupan sosial yang lebih seimbang.
Namun bencana yang bertubi-tubi ini juga telah menggugah seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpa kecuali. Solidaritas luar biasa yang ditunjukkan oleh segenap lapian masyarakat telah memancarkan kembali kesadaran betapa kita memiliki modal dasar sosial yang tak ternilai untuk merajut masa depan yang penuh harapan. Kini berpulang kepada bangsa Indonesia sendiri, apakah mampu menjadikan bencana ini sebagai titik awal baru untuk bangkit dari keterpurukan di hampir segala bidang. Pembangunan kembali sarana dan prasarana fisik mungkin bisa dilakukan dengan mudah dan cepat. Namun tantangan terberat yang kita hadapi adalah membangun kembali asa jutaan manusia dengan seperangkat sistem sosialnya, dengan memelihara nilai-nilai dan karakteristik lokal masyarakat sehingga kebhinekaan bangsa tak mengalami reduksi. Tak terkandung sedikit pun niat kita untuk memperkeruh masalah, apalagi menghumbar sumpah serapah, karena dengan begitu kita hanya akan menambah pilu rintihan para korban dan cibiran masyarakat internasional. Kita cuma berharap agar bencana ini ditangani tidak secara biasa dengan cara-cara dan prosedur yang normal, melewati lorong-lorong birokrasi yang kaku, dengan pengorganisasian dan mekanisme yang baku.
Sudah saatnya bangsa ini membuka lembaran baru dengan tekad yang kuat untuk mengakhiri segala praktek bernegara yang terbukti membuat kita terpuruk berkepanjangan karena fondasinya yang rapuh. Bahu membahu seluruh elemen masyarakat dan pemerintah hendaknya tak sebatas pemberian bantuan, melainkan lebih jauh dari itu dengan memadukan segenap kekuatan di dalam satu kerangka jalinan sinergis
Akhirnya, pelajaran berharga yang patut pula kita tarik dari cobaan berat ini ialah, ternyata kita selama ini bernegara dan berbangsa secara amatiran, membangun tanpa konsep, miskin visi, dan membangun dengan cara “tambal sulam” Benar apa yang dilontarkan sastrawan asal Ceko, Milan Kundera, bahwa perjuangan terbesar kemanusiaan adalah perjuangan ingatan melawan lupa, mari ditahun 2008 mendatang kita sama-sama bangkit dan berbenah.

* Pemimpin Umum Majalah PENDAPA Tamansiswa
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta
Continue Reading...
 

Blogroll

Site Info

Text

CERDAS POS Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template