OLEH : EDI SUSILO
Rusuk tulang seakan dibuat beku oleh keheningan malam. Di sudut jalan, jam masih terpaku rapi di atas tugu penanda kota .Telah pukul 03.00 dini hari. Lampu-lampu temaram yang sedari sore sudah memancarkan redup cahaya ditepi jalan itu semakin menambah suasana hati Susan bertambah mengharu biru. “Tuhan haruskah aku akan terus seperti ini menjalani kehidupan yang hati nuraniku sendiri tak mampu untuk menerima. Yaa.. kupu-kupu malam, aku sudah bosan dengan semua ini, sungguh pelik kehidupan di kota jahanam ini.. sambil terus menahan isak yang tertahan dan menunda senyum yang seharusnya dapat terbersit Susan terus berjalan.. batinnya mengumpat akan bejatnya kehidupan.
Di tengah kegalauan ,tiba-tiba nisan biru berhenti disebelah Susan.
“Mbak mau kemana? Sudah malam kok jalan sendiri mari bareng” sapa sesosok laki-laki yang ada didalam nisan itu.
“Oh… “sembari senyum Susan terus berlalu dengan jerit hatinya.
Nisan biru itu terus mengikutinya. Setelah lama menyusur kepedihan akhirnya Susan tiba disebuah taman ditepi jalan. Susan berhenti. Sejenak ia membiarkan matanya yang sudah mulai terserang kantuk menyapa jalanan kota ini.
Tak seperti kebanyakan laki-laki yang biasa menghampiri Susan, pemuda yang berada di nisan biru tadi sungguh santun. Ia menyapa Susan lalu duduk di sebelahnya.
“ Endi, “ pemuda tadi mengenalkan diri kepada Susan.
Setelah saling bercakap, bersenda,dan akhirnya mereka berdua kelihatan seolah karib yang lama tak pernah bersua. Ini tentunya bukan hal yang aneh buat Susan sebab dalam setiap malamnya dia bisa akrap dengan sembarang mahluk yang namanya laki-laki. Tapi Endi serasa membuat jeratan hati susan yang sedari tadi dirundung kemelut seakan tersentak dan didalam sanubarinya. Ia menggumam. Pikirnya Endi lain dari kebanyakan kaum adam yang dia temui setiap malam. Akhirnya setelah beberapa kali mendengar kokok ayam yang menyambut mentari,Susan naik ke nisan biru itu.
“Dimana rumahmu? “ tanya Endi.
“Blok M,” jawab Susan.
Dan nisan itu melaju kearah blok M.
Dua minggu berlalu, hampir setiap subuh endi mengantar Susan pulang ke rumah. Lama tapi pasti perasaan itu melekat dalam sanubari Susan. Endi, endi dan endi. Banyak sudah cerita yang dirajut bersama. Susan akhirnya berhasil lepas dari jeratan dunia hitam yang selalu mengungkungnya atas bantuan endi. Susan bisa lepas dari kubangan itu. Kini kehidupan susan telah berubah 180 derajat dengan pekerjaanya yang baru sebagai pelayan toko. Ia seakan kembali menemukan kehidupanya yang pernah hilang 5 tahun yang lalu. Meskipun penghasilan susan tak lebih dari 500.000 setiap bulan, tapi senyum selalu membias dibibirnya.
Malam itu, didepan sebuah café ternama dibilangan blok M ketika susan tengah berjalan pulang dari tempat kerjanya kebetulan nggak ada ojek tau taksi yang melintas dia bertemu dua orang laki-laki dijalan itu.
“Masih ingat aku?”tanya salah seorang dari kedua laki-laki itu
“Oh.. “ sambil mengingat-ngingat orang yang didepanya susan mencoba kembali membuka semua memori yang sempat dia kubur.
“Alex?” tanya Susan terbata.
“San bisa nggak kamu temani aku malam ini?” pinta Alex.
“Eeee… maaf… aku nggak bisa” Susan mencoba menolak.
“Dah. jangan jual mahal berapa tarifmu sekarang?” Alex memaksa.
“Maaf lek aku benar-benar nggak bisa!” Susan ketakutan.
“Wah sudah jadi cewek alim sekarang!!” Ejek Alex.
Setengah memaksa Alek menarik tangan susan dan mencoba membawanya ke mobil nya. Dan di saat yang bersamaan itu pula nisan biru milik endi berhenti tepat didepan mereka bertiga.
“ Hentikan….!! lepaskan cewek itu!!!!” Endi terdengar berteriak
Alek yang sudah disusupi nafsu bejatnya tidak menggubris kata-kata endi
“Lepaskan!!!” Kembali endi membentak
“Ooo... siapa kamu ? Berani-berani melarang kami ucap teman alek yang juga sudah dirasuki iblis.
Tanpa basa basi tiba-tiba teman alek melayangkan sebuah tinjuan kearah Endi..
Perkelahian pun terjadi dengan tidak seimbang
Pada saat endi terdesak tiba-tiba Alex mengeluarkan sebilah pisau dari balik bajunya..
Satu detik kemudian pisau yang dipegang Alex telah mendekam di perut endi tanpa dia bisa mengindar. Darah memuncrat melumuri baju putih yang dikenakan endi.
“Endi…!!!” teriak susan histeris
“Lari.. !! teriak alek pada temanya..
“Tolong!!” susan mencoba meminta bantuan pada orang yang mungkin lewat disekitar daerah itu..
“Toloooong..!!” raung Susan kuat.
Sambil memangku dan mencoba menghentikan aliran darah yang terus mengucur dari tubuh endi, Susan terus berteriak..Beberapa saat kemudian beberapa masyarakat berdatangan ditempat itu. Endi bertahan.
“Endi bertahan… pertolongan sudah datang..” Susan menangis.
Susan memegang tubuh endi yang mulai lemas didalam ambulance.
“aku mencintaimu Susan, “ ucap Endi lirih lalu pelahan menutup mata untuk selamanya.
Langit gelap menggelayut, waktu seakan terhenti. Angin seakan enggan bertiup lagi dan petirpun menggelegar mengiringi kepergian endi. Dengan tubuh terkulai lemas susan memegangi tubuh endi yang berlumuran darah. Susan kelu menatap Endi terbaring beku di pangkuannya. Ia diam. Diam merelakan cinta yang terbawa bersama kematian Endi.
“ Adakah cinta dan kehidupanku yang tak berujung airmata? “ kalimat Susan terbaca di hatinya.
*Penulis adalah pemimpin umum majalah PENDAPA Tamansiswa
Pengguna:Azkha272
18 menit yang lalu
2 komentar:
salam kenal dari alumni tamansiswa pirawansya asal lahat dulu perna terlihbat organisasi resemin sekarang tinggal di lahat blognya bagus juga
By http://fircom.blogspot.com
cerita ini apa mungkin akan menjadi kenyataan untukku? memang tak smaa, hanya sedikit mirp, semoga ja tak terjadi padaku, kehilangan cinta didepan mata....
Posting Komentar