Oleh: Ibenzani Hastomi
Suasana ramai sudah terlihat di Desa Pendoworejo, Girimulyo, Kulon Progo pada Rabu (5/3). Tidak seperti biasanya, sejak pagi hari para ibu sibuk menyiapkan tenong-tenong (tempat nasi_red) untuk diisi nasi beserta lauk pauknya. Sementara itu di tepian Bendung Kayangan yang lokasinya tak begitu jauh dari desa, sejumlah pemain jathilan dari grup kesenian Sri Mekar Sidolaras sudah bersiap untuk unjuk kebolehannya dalam memainkan atraksi jaran kepang. Sedangkan pengunjung yang mulai memadati kawasan itu terlihat sudah tidak sabar menanti dimulainya acara. Ya, pada hari itu akan diadakan upacara adat Saparan Rebo Pungkasan di Bendung Kali Kayangan, acara tersebut terdiri atas 2 acara inti yaitu Ngguyang Jaran Kepang dan Kembul Sewu Dulur.
Menurut Sri Mulyono, pemangku adat Desa Pendoworejo sekaligus ketua panitia acara, upacara adat yang mulai tahun lalu diaktualisasikan kembali atas kerjasama Komunitas Kampung Budaya Menoreh dengan penduduk Desa Pendoworejo ini adalah sebagai bentuk ungkapan syukur atas rahmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Seperti, dengan adanya Kali Kayangan memungkinkan penduduk Pendoworejo bisa mengairi lahan pertaniannya tanpa harus khawatir kekurangan pasokan air, tanaman pun tumbuh dengan subur sehingga hasil panen melimpah ruah. Dan sebagai wujud syukur, setiap hari Rabu terakhir di Bulan Sapar penduduk mengadakan tasyakuran bersama di tepi Bendung Kayangan, sebab di bulan itu biasanya penduduk telah menyelesaikan proses tanam. Dengan kata lain upacara ini dilaksanakan sebagai rasa syukur telah selesai menanam.
Ditambahkan Pak Mul _demikian sapaan akrabnya_ selain bercocok tanam, mata pencaharian penduduk di desa ini adalah sebagai pemain jathilan sehinnga prosesi tasyakuran tidak jauh dari atraksi jathilan yang tentunya sudah membumi di daerah itu. Sebut saja prosesi Ngguyang Jaran Kepang yang menyimbolkan penyucian atau pembersihan diri setelah selesai menanam, dan bagi yang mempercayainya, prosesi itu dapat memperlancar job para pemain jathilan. Puncak dari acara ini adalah do’a bersama dilanjutkan dengan Kembul Sewu Dulur, disini semua yang hadir akan diajak bersama-sama memakan nasi dan lauk yang telah disiapkan penduduk, tanpa membedakan apakah mereka datang dari kalangan atas maupun kalangan bawah, semuanya membaur menjadi satu.
Upacara adat Saparan Rebo Pungkasan ini menjadi oase di tengah maraknya bencana yang disebabkan oleh keserakahan manusia terhadap pengelolaan alam di negeri ini. Hanya demi mengejar keuntungan finansial manusia mengeksploitasi alam secara berlebihan, mereka tebangi hutan dengan semena-mena, dan lebih parahnya lagi mineral yang ada di bumi ini mereka kuras sampai habis. Dalam benak mereka alam tak ubahnya seperti seorang budak yang bisa diperlakukan seenaknya, padahal tanpa mereka sadari alampun bisa murka apabila kita sakiti. Akibatnya, bencana tak hentinya melanda beberapa daerah di negeri ini, tak jarang orang yang tidak berdosalah yang kemudian menjadi korbannya.
Agaknya kita harus bercermin pada masyarakat Pendoworejo ini, pola kehidupan mereka yang dekat dengan alam menjadikan alam sebagai sumber kehidupan yang harus disyukuri. Melalui alam-lah mereka bercocok tanam, dan dengan air yang terkandung di alam itulah mereka mengairinya sehingga tanamanpun tumbuh dengan subur. Kehidupan yang menyatu dengan alam itulah yang memungkinkan terjadinya simbiosis mutualisme antara manusia dengan alamnya. Di satu sisi manusia dapat memanfaatkan kekayaan alam secara berimbang dan di sisi lain kelestarian alam tetap terjaga.
*Penulis adalah dokpus LPM PENDAPA Tamansiswa
Pembicaraan Pengguna:Liairma
2 jam yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar