13 Januari 2009

Sepenggal Kisah Dari Para Buruh Gendong Pasar


oleh: Edi Susilo

Bertarung dengan waktu, memikul beban yang begitu berat, ditengah kepongahan negeri, begitulah hari-hari yang harus dilalui oleh wanita-wanita kekar di Bringharjo tanpa mengenal beban berat di tubuh renta mereka, bahkan sudah terbiasa mengangkat beban sebesar 50kg dari lantai satu pasar Bringharjo ke lantai tiga, semua demi sesuap nasi dan demi kehidupan anak-anak yang lebih baik

Mata selalu tertuju pada mobil-mobil pengangkut sayuran, dan barang-barang. Berharap ada rizki yang datang, meski tubuh mereka rata-rata telah renta mereka tidak peduli, ditengah dingin udara pagi dengan semangat untuk bertahan hidup, dengan bermodal kain selendang yang selalu tergantung di leher, tubuh renta itu berlomba untuk dapat memikul barang dagangan yang pagi itu tiba, meski beban yang di pikul kadang tidak sesuai dengan kondisi tubuh renta mereka, tumpukan sayuran yang rata-rata beratnya 50 kg dengan enteng digendongnya, lalu dengan penuh semangat mereka mengantarkan barang-barang itu kepada para pedagang dengan sebelumnya di timbang diantar menuju timbangan terlebih dahulu.
Begitulah kehidupan setiap hari para buruh gendong di pasar bring harjo, yogyakarta, tubuh-tubuh kekar wanita-wanita paruh baya itu menggantungkan nasibnya pada barang-barang yang datang, dengan perasaan bahagia para wanita paruh baya itu berlarian menuju mobil sayur yang datang.
Seperti diungkapkan oleh Sumiyati (40) salah satu burung gendong di pasar Bringharjo menuturkan bahwa setiap hari dia harus berangkat dari rumahnya pukul 06.30 dan biasanya sumiyati sudah mulai bekerja setelah sebelumnya beristirahat terlebih dahulu baru biasanya pukul 07.00 mulai bekerja “aku iki mas tiap dino budal neng pasar bring harjo jam pitu kudu wes teko kene, trus engko mulihe jam sekawan sore, yo lek lagi nasib apik iso sedino sampe 10-15 angkatan” saya ni mas setiap hari jam 07.00 harus sudah sampai pasar bring harjo, dan nanti pulangnya pukul empat sore, kalau nasib lagi baik dalam sehari bisa mencapai 10-15 angkatan.
Sambil sesekali mendongakan kepalanya berharap ada mobil barang yang datang, ketika saya mencoba menanyakan berapa penghasilanya setiap hari, sumiyati menjelaskan “ yokalekne wae mas, bayarane sekali angkatan bisa 2000 bisa 3000 perak” ya dikalikan saja mas, uang pembayaran dalam sekali mengangkat barang bisa diberi 2000 bisa juga diberi upah 3000 rupiah. Sebenarnya saat itu sumiyati juga di temani oleh beberapa buruh gendong lain di pasar bring harjo tetapi ketika saya coba menanyakan kepada mereka, para buruh gendong menjawab kurang lebih sama mas nasib kami, begitu seperti diungkapkan ungkapkan Prapti yang diamini juga oleh Tumisri. Sumiyati wanita paruh baya yang sudah mulai kelihatan beberapa uban rambut kepalanya juga ngudo roso bahwa penghasilanya sebagai buruh gendong juga digunakan sebagai penopang hidup keluargannya sehari-hari.
Setali tiga uang dengan nasib yang dialami oleh sumiyati, Boinem (61) wanita tua yang berasal dari Perengkembang, Balecatur Gamping Sleman. Yang juga menggantungkan nasibnya sebagai buruh gendong di pasar bring harjo, meski pun tubuhnya sudah bisa dibilang renta namun mbah boinem tetap menekuni pekerjaanya sebagai buruh gendong, tubuh yang seharusnya harus bersitirahat dengan tenang di rumah sambil menimang cucu namun tetap harus mengais sesuap nasi demi menghidupi anak-anaknya, mbah boinem harus berangkat setiap hari ke pasar bring harjo pukul 05.00 dan biasanya baru pulang pukul 16.00. karna jauhnya jarak ruman boinem dari pasar bring harjo, penghasilan yang tidak sebarapa sebagai buruh gendong terpaksa harus dibagi lagi, menurut mbah boinem pendapatan harian nya masih juga harus dibagi dengan biaya transportasi, dan lumayan bisa melahap jumlah yang cukup besar untuk ukuran kantong boinem Rp 8.000,Sisanya untuk sekolah anak, dan membiayai keluarga. “oalah mas wes aisile saitik gor 20.000 kuwi wae isik dingo ngebes, pulang pergi iso entek wolongewu”
. Setelah seharian di pasar Bringharjo Yogyakarta, saya kemudian melaju menuju pusat pasar buah dan sayur di Yogyakarta tepatnya di pasar buah giwangan, pasar buah yang berjarak kurang lebih 10 menit berkendaraan sepeda motor dari pasar Bringharjo.
Siang ini terik sekali, cuaca sangat panas sementara suhu udara begitu tinggi, dengan terus masuk kedalam pasar, akhirnya kru kami menemui pemandangan yang sungguh bisa membuat mata kita menitikan air mata, di tengah terik matahari tepat di di tengah pasar di tempat biasa para mobil pegangkut buah dan sayur berhenti terlihat kerumunan orang yang sedang menggerubuti sebuah mobil pembawa tomat dan sayur-sayuran serta sebuah mobil pengusung semangka sangat banyak di kerubuti orang, namun anehnya bukan pembeli yang mengerubuti beberapa leleki kekar, dan lebih banyak wanita paruh baya yang di lehernya tergelantung selendang, rupanya mereka adalah para buruh gendong di pasar buah dan sayur giwangan yang tengah mengais rizki, meskipun sinar matahari begitu menyengat, dan keringat bercucuran demi makan anak dan keluarganya mereka rela melakukan itu, mereka bukan wanita-wanita yang rela dengan begitu saja keadaan mereka para wanita pejuang sejati.
Ditengah kerumunan tersebut terlihat seorang wanita yang sudah kelihatan berusia diatas 40 tahun dengan tubuh yang begitu kurus terlihat tengah menggendong sekeranjang besar semangka yang mungkin beratnya bisa mencapai 40kg lebih, Yu Narsih biasa teman-teman seprofesi nya sebagai buruh gendong menyebut namanya, Narsih terlihat begitu letih dan keringat bercucuran di di kening nya, sesekali narsih mengusap keringat-keringat yang terus berjatuhan bagai butir-butir padi itu. Bagaimana Yu penghasilan hari ini Sarinah coba mencari tahu, “biasa mas koyo dino-dino biasane, saiki ora terlalu rame, iki mau aku isih ngangkut peng enem ket sak yahene” biasa mas, seperti hari-hari sebelumnya, sekarang tidak terlalu rame, sehari ini tadi saya masih mengangkut enam kali sampai detik ini. Sambil berjalan Yu Narmi menjawab pertanyaan, dan kembali lagi mengangkut barang-barang dari mobil yang baru datang menurunkan semangka dan tomat.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

'kalo nasib baik bs dpt 10-15 angkatan sehari...', itu klo nasib baik. pdhal nasib mereka ini sdg sgt tdk baik. usia sdh tua, rentan, dan rawan cedera. kyne ga mungkin mereka bs dpt ampe 15 angkatan/hari. dari usia plg jg dpt 5 angkatan da syukur. saya krg tau persis, apa mereka ini dpt layanan pemeriksaan kesehatan gratis. kalo belum ada, setidaknya bs diberikan bekerjasama dgn fak kedokteran ugm.
yg perlu dipikirkan di kemudian hr, bagaimaan memotong rantai kemiskinan di keluarga mereka.

Tee on 19 Januari 2009 pukul 13.03 mengatakan...

numpang liat kerjaannya calon legislatif mas..

KieQ mengatakan...

sungguh fenomena sosial yang melanda bangsa kita...
kemiskinan yang semakin hari semakin meningkat....

KieQ mengatakan...

saya tertarik untuk melakukan penelitian mengenai buruh gendong ini... kalau sdr bisa bantu saya untuk memberikan info ttg referensi buku mengenai buruh gendong ini, tolng kirimkn mlalui email saya googy_euy@yahoo.com
terimakasih...

Posting Komentar

 

Blogroll

Site Info

Text

CERDAS POS Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template